Sabtu, 08 Juni 2013

Radiasi Non Ionisasi



BAB I
Pendahuluan
Radiasi adalah semua jenis energi yang dihantarkan tanpa medium perantara. Energi radiasi tersebut umumnya berupa gelombang. Jika ditinjau dari "muatan listrik"nya radiasi terbagi menjadi 2 besar, radiasi pengion dan radiasi non pengion. Radiasi pengion yang umumnya diketahui misalnya radiasi oleh sinar X, atau yang akhir-akhir ini sedang trend  adalah radiasi oleh kerusakan PLTN Fukushima di Jepang. Sebenarnya, radiasi non pengion justru lebih banyak ada di sekitar kita, walaupun tingkat energinya lebih rendah.
Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion. Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian akan menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Radiasi pengion disebut juga radiasi atom atau radiasi nuklir. Termasuk ke dalam radiasi pengion adalah sinar-X, sinar gamma, sinar kosmik, serta partikel beta, alfa dan neutron. Partikel beta, alfa dan neutron dapat menimbulkan ionisasi secara langsung. Meskipun tidak memiliki massa dan muatan listrik, sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik juga termasuk ke dalam radiasi pengion karena dapat menimbulkan ionisasi secara tidak langsung. Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet.









BAB II
ISI
2.1 Pengertian radiasi non ionisasi
Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. Radiasi non ionisasi adalah radiasi dengan energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron atau molekul tetapi energi tersebut tidak cukup untuk membentuk /membuat formasi ion baru (Handley,1997)
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah ,radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 e V yang antara lain meliputi sinar ultra violet, cahaya tarnpak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan elektrornagnetik radiofrekuensi. Se1ain itu ultraasound juga termasuk dalam radiasi non pengion.
Seperti namanya, radiasi non pengion tidak mengionisasi (memecah ion-ion) atom, sehingga dampaknya pun tidak terlalu luas. Radiasi non pengion biasanya memiliki memiliki energi yang hanya bisa mengubah struktur atom, tanpa mengionisasinya. Yang termasuk radiasi non pengion antara lain spektrum ultraviolet, visible light, sinar infra merah, microwave, frekuensi radio dan extremely low frequency.
2.2 Jenis dan Sumber radiasi non ionisasi
Radiasi ini berupa gelombang elektromagnetik seperti gelombang mikro (microwave), sinar ultra violet, sinar infra merah & sinar laser

1. RADIASI GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)

Dihasilkan dari perlambatan elektron pada medan listrik, kegunaannya untuk gelombang radio, televisi, radar dan alat-alat industri.

radiasi microwave :
sepanjang beberapa mm semua diserap kulit
sepanjang beberapa cm sebagian diserap kulit sebagian menembus ke dalam tubuh

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVpn5bvfu05UDQqScHtM0mQJglbYc-RoIT1uksTglD0YZUSwsZ8BaDr3Gwx2yEQVknPSyyQEvGIdqVAHRmZHR8PGE5YDPxxDyqS4PKA6PWURZxGlVLrip-cd1dFQyF2U8Z-JsyKGC9qfo/s320/220px-Microwave_tower_silhouette.jpg
Efek pada tubuh :
stadium permukaan : astenia bersifat reversibel bila radiasi terhenti
stadium menengah & lanjut : neurovaskuler, gangguan kadar albumin, histamin dalam serum darah, karsinoma

Bell telephone laboratories menetapkan bahwa untuk frekuensi 300 - 30.000 MHz tidak boleh dilampaui 10 mw/cm2, dengan tingkat kekuatan
> 10 mw/cm2 : berbahaya
1-10 mw/cm 2 : hati-hati bisa terjadi radiasi
< 1 mw/cm 2 : aman

Alat ukur radiasi :
1.IAMP-1 : mengukur intensitas radiasi berupa kekuatan komponen listrik & magnetik dari lapangan dengan frekuensi tinggi.
2.PO -1 : mengukur kuat arus pada lapangan elektromagnetik dengan frekuensi lebih tinggi .



2. RADIASI SINAR ULTRA VIOLET
Sinar UV mempunyai panjang gelombang antara 240 nm - 320 nm. Sumber : sinar matahari, kegiatan pengelasan, lampu pijar, pekerjaan laser.

Paparan UV bisa berakibat:
iritasi mata (conjungtivitis fotoelektrika), mata berair/lakrimasi dan penderita menghindari paparan cahaya. Tetapi gejala ini akan kembali normal dalam beberapa hari.
Kulit merah terbakar (erythema). Pigmen kulit dapat melindungi dari sinar UV. Pada paparan kronis UV dapat merusak struktur kulit dan menyebabkan kulit mengalami penuaan dini dan kanker kulit.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8IgeLj0E4lwqTsU-RqgPJ1ZQdDGKBXzjARBpZCZdEYf_U425vUOLjCZzVhrxlducjalYDSbSGU-Up50X8xyK_f6H9Igo6Vp9qNDKfxkU-nzi3KGrE1lY1CxJCt6V2L3CBaUjZp0SpCOQ/s320/ULTRA.jpg
Pekerja yg berisiko :
pekerja yang selalu terpapar sinar matahari, menggunakan pakaian lengan pendek & celana pendek terutama bila bekerja di musim panas.
Pekerja dalam ruang dimana lampu UV digunakan untuk membunuh bakteri : perawat, tukang daging, penjamah makanan, tukang daging, pekerja pabrik obat & tembakau dan tukang las.

Pencegahan :
Memakai kaca mata anti UV
lotion sunblock



3. RADIASI SINAR INFRA MERAH
Dihasilkan oleh benda pijar seperti dapur atau tanur atau bahan pijar lain.

Efek pada pekerja:
menyebabkan katarak pada lensa mata

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKvtuiHA-SwG7SjDffgxUb9R-Qto2McUFPxeuRXp2vlSOiwOvXEwV0EMuFmyknM3ERRiB9104VDqsHgO9RgkfDlArXoN8t63fLZP27hoKbRYUTux9rfEbxpGC0vBr6LFcqClUPA2sY8D0/s320/infra+red.JPG


Pencegahan :
memakai kaca mata kobalt biru pada waktu menuangkan cairan logam
pemeriksaan kesehatan secara periodik pada pekerja di tempat pengerjaan benda pijar


4. RADIASI SINAR LASER
Sinar laser adalah emisi energi tinggi yang dihasilkan dari kegiatan pengelasan, pemotongan, pelapisan, pembuatan mesin mikro dan operasi kedokteran
Bahan yg digunakan agar menghasilkan sinar laser:
Bahan laser gas ( helium, Neon, argon, CO2, N2 +), laser kristal padat dan laser semi konduktor
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY5p2YtgPvPiK4xV8K0hiiotccr4dOksYiQ266F4Q348FcEuWicyFJ1v2sxhOF2tSo9YDKCjiDegNx7ZqbcN3N-t_mEdetW184q7JUTgEyyowPXfy4zIs2Kc9XMnPK7uE_iNMLcqOVPao/s320/LASER.jpg
Efek pada pekerja :
kerusakan retina & menyebabkan kebutaan
kelainan kulit

Batas aman radiasi :
kulit : 1,0 W/cm 2
mata : 0,001 W/cm 2 pada diameter pupil 3 mm dan 0,002 W/cm 2 pada diameter pupil 7 mm.

Dapus
Pustaka:
1.Scot, Ronald M, 1995, Introduction to industrial Hygiene, Lewis publisher, London
2.Handley, W. 1997, Industrial safety handbook, Mc. Graw Hill company, London
3.Suma’mur PK, 2000, Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, CV. Mas Agung, Jakarta

MENINGITIS MENINGOKOKUS



Nama : NIZARIFA NADIA FATHARIQ
NIM : 25010111140305
Kelas : E -2011

·         INFEKSI MENINGOKOKUS ICD-9 136; ICD-10 A39  (Demam Serebrospinal)   MENINGITIS MENINGOKOKUS ICD-9 036.0; ICD-10 A39.0 (Meningococcemia, bukan Meningitis: ICD-10 A39.2-A39.4)
1. Identifikasi Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam mendadak, nyeri kepala hebat, mual dan sering disertai muntah, kaku kuduk dan seringkali timbul ruam petekie dengan makula merah muda atau sangat jarang berupa vesikel. Sering terjadi delirium dan koma; pada kasus fulminan berat timbul gejala prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu angka kematian mencapai >50% namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan suportif, angka kematian 5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa gejala, ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring. Sebagian kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau pneumonia. Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan nyeri dan radang sendi. Meningococcemia dapat timbul tanpa mengenai selaput otak dan harus dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui penyebabnya dengan ruam petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia fulminan angka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati dengan antibiotika yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya meningococci pada LCS atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik meningococcal pada LCS dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau ditemukannya DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie organismenya dapat diketahui.
2. Penyebab Infeksi N. meningitidis, suatu jenis meningokokus N. meningitidis grup A, penyebab utama KLB di AS (tidak ditemukan sejak tahun 1945) dan di tempat lian; sedangkan grup B, C dan Y diakhir tahun 1990-an sebagai penyebab kebanyakan kasus di AS. Genotipe tertentu tercatat sebagai penyebab terjadinya beberapa KLB. Serogrup lainnya diketahui juga berperan sebagai patogen (misalnya grup W-135, X dan Z). Organisme dari kelompok ini kurang begitu virulen, namun kasus-kasus fatal dan infeksi sekunder pernah dilaporkan disebabkan oleh hampir semua serogroup. KLB N. meningitidis biasanya disebabkan oleh strain yang berdekatan. Untuk mengetahui strain penyebab KLB dan luasnya KLB, maka subtyping dari isolat dengan menggunakan metoda seperti disebutkan di bawah ini sangat bermanfaat: 356 - multilocus enzyme electrophoresis - pulsed-field gel electrophoresis - enzyme-restricted DNA fragments.
3. Distribusi penyakit Infeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun puncaknya terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Pada awalnya infeksi meningokokus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak terserang daripada wanita, dan sering terjadi pada pendatang baru yang berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di dalam barak dan asrama penampungan. Wilayah yang selama ini diketahui sebagai daerah yang insidensinya tinggi adalah AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A. Pada tahun 1996 wabah meningokokus dilaporkan terjadi di Afrika Barat dengan total penderita yang dilaporkan adalah 150.000 penderita, terjadi di Burkina Faso, Chad, Mali, Niger dan Nigeria. Pada kurun waktu 10 tahun terakhir KLB yang disebabkan oleh grup A dilaporkan terjadi di Nepal, India, Ethiopia, Sudan dan beberapa negara Afrika lainnya. Selama tahun 1980 dan 1990-an, grup B diketahui sebagai penyebab infeksi di benua Eropa dan Amerika. Wabah yang terjadi biasanya ditandai dengan peningkatan jumlah kasus 5-10 kali dari biasanya, dan akhir-akhir ini dilaporkan terjadi di Selandia baru, daerah timur laut negara bagian Amerika Serikat yang menghadap laut Pasifik. Sejak tahun 1990-an KLB yang disebabkan oleh grup C dilaporkan terjadi di AS dan Kanada. KLB ini biasanya menyerang anak-anak usia sekolah, mahasiswa dan penularan kadang-kadang terjadi di bar dan kelab malam dimana banyak orang berkumpul di dalamnya. Pada tahun 1990-an, di AS ternyata grup Y makin sering dijumpai sebagai penyebab infeksi seperti halnya grup B dan grup C. Beredarnya strain baru dari meningokokus biasanya ditandai dengan meningkatnya insidensi infeksi meningokokus yang menyerang hampir semua kelompok umur.
4. Cara penularan Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi subklinis pada mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk menyebabkan terjadinya penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama KLB lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai carrier sehat kuman meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak terbukti.
6. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi kontak langsung dan menghindari terpajan dengan droplet penderita.
2) Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal.
3) Vaksin yang mengandung polisakarida meningokokus grup A, C, Y dan W-135 telah terdaftar dan beredar di Amerika Serikat dan negara lainnya untuk digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, saat ini hanya vaksin kuadrivalen yang tersedia di Amerika Serikat. Vaksin meningokokus efektif pada orang dewasa diberikan pada saat melakukan rekruitmen militer di AS sejak tahun 1972. Vaksin ini juga digunakan untuk mengendalikan KLB grup C yang terjadi di masyarakat dan di sekolah pada tahun 1990-an. Vaksin ini harus diberikan kepada kelompok risiko tinggi tertentu yaitu anak-anak pada usia di atas 2 tahun yang rentan terhadap infeksi berat meningokokus termasuk harus diberikan kepada penderita yang limpanya sudah diambil, orang dengan defisiensi komplemen terminal, staf laboratorium yang terpajan secara rutin dengan N. meningitidis. Sayang sekali komponen C mempunyai imunogenisitas rendah dan tidak efektif bila diberikan bagi anak di bawah usia 2 tahun. Vaksin serogroup A mungkin efektif bila diberikan kepada anak usia lebih muda, 3 bulan sampai 2 tahun, pada usia ini diberikan 2 dosis vaksin dengan interval 3 bulan. Sedangkan untuk anak usia di atas 2 tahun hanya diberi dosis tunggal. Waktu perlindungan sangat terbatas, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Imunisasi rutin bagi masyarakat umum di Amerika Serikat tidak dianjurkan. Pemberian imunisasi kepada para pelancong akan mengurangi risiko tertulari apabila mereka berkunjung ke negara yang pernah mengalami wabah meningokokus grup A atau C. Imunisasi ulang dapat dipertimbangkan untuk diberikan dalam jangka waktu 3- 5 tahun apabila tidak ada indikasi untuk mendapatkan vaksinasi. Tidak ada vaksin yang terdaftar saat ini di AS efektif terhadap infeksi grup B, walaupun beberapa jenis vaksin telah dikembangkan dan telah diujicoba menunjukkan efikasi yang lumayan bila diberikan kepada anak-anak yang lebih besar dan kepada orang dewasa. Vaksin konyugat terhadap serogroup A dan C masih dalam proses uji coba klinis, namun efikasinya sampai tahun 1999 belum dievaluasi. Untuk bayi dan anak-anak, vaksin meningokokus konyugat serogroup A, C, Y dan W-135 telah dikembangkan dengan metoda yang sama dengan metoda pembuatan vaksin konyugat untuk Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin-vaksin ini diharapkan sudah dapat digunakan rutin di Inggris mulai tahun 2000 dan di Amerika Serikat dalam waktu 2-4 tahun kemudian. 358
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan di banyak negara bagian (di Amerika) dan di beberapa negara di dunia.
2) Isolasi: Lakukan isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulai pemberian chemotherapy.
3) Disinfeksi serentak: lakukan desinfeksi terhadap discharge yang berasal dari sekret hidung dan tenggorokan, dan barang-barang yang terkontaminasi. Pembersihan menyeluruh.
4) Karantina: Tidak dilakukan.
5) Perlindungan kontak: Lakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini, khususnya terhadap mereka yang demam agar segera dilakukan pengobatan yang tepat secara dini; pemberian profilaktik, kemoterapi yang efektif untuk melindungi kontak (kontak diantara anggota keluarga satu rumah, personil militer yang berbagi tempat tidur dan orang-orang yang secara sosial sangat dekat untuk saling bertukar peralatan makan seperti teman dekat di sekolah, tapi bukan seluruh kelas. Anak-anak di tempat penitipan merupakan pengecualian dan walaupun bukan teman dekat maka semua harus diberikan pengobatan profilaksis setelah ditemukan satu kasus indeks. Pilihan antibiotika profilaksis adalah rifampisin, diberikan 2 kali sehari selama 2 hari: orang dewasa 600 mg per dosis; bayi di atas 1 tahun 10 mg/kg BB; anak umur kurang dari 1 bulan 5 mg/kg BB. Rifampisin harus dihindari untuk diberikan bagi wanita hamil. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi oral. Untuk orang dewasa, ceftriaxone 250 mg IM dapat diberikan sebagai dosis tunggal dan terbukti cukup efektif; 125 mg IM untuk anak di bawah umur 15 tahun. Ciprofloxacin 500 mg per oral dosis tunggal dapat juga diberikan untuk orang dewasa. Bila kuman sensitif terhadap sulfadiazine, dapat diberikan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar dengan dosis 1 gram setiap 12 jam, dalam 4 dosis; untuk bayi dan anak-anak dosisnya adalah 125-150 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, setiap 2 hari sekali. Pada tahun 1993 sulfadiazine tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat dan diperlukan bantuan dari CDC Atlanta untuk mendapatkan obat ini. Petugas kesehatan jarang sekali berada dalam risiko tertulari sekalipun dia merawat penderita, hanya mereka yang kontak erat dengan sekret nasofaring (seperti pada waktu resusitasi mulut ke mulut) yang memerlukan pengobatan profilaksis. Pemberian imunisasi kepada kontak dalam lingkungan keluarga kurang bermanfaat karena tidak cukup waktu.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Kultur dari tenggorokan dan nasofaring tidak bermanfaat untuk menentukan siapa saja yang harus menerima pengobatan profilaksis karena pembawa kuman sangat bervariasi dan tidak ada hubungan yang konsisten antara koloni yang ditemukan secara normal pada populasi umum dengan koloni yang ditemukan pada saat terjadi KLB.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin yang diberikan parenteral dalam dosis yang adekuat merupakan obat pilihan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus; ampisilin dan kloramfenikol juga efektif. Telah dilaporkan ada strain yang resisten terhadap penisilin di banyak negara di Spanyol, Inggris dan Amerika; strain yang resisten terhadap kloramfenikol dilaporkan di Vietnam dan Perancis. Pengobatan harus segera dimulai bila diagnosa terhadap tersangka telah ditegakkan, bahkan sebelum kuman meningokokus dapat diidentifikasi. Pada penderita anak-anak sambil menunggu agen penyebab spesifik dapat diidentifikasi, pengobatan harus segera diberikan dengan obat yang efektif terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan terhadap Streptococcus pneumonia. Ampisilin merupakan obat pilihan untuk kedua bakteri tersebut selama mereka masih sensitif terhadap ampisilin. Ampisilin harus dikombinasikan dengan generasi ketiga cephaloposporin, atau dengan kloramfenikol, atau dengan vancomycin sebagai subsitusi di wilayah dimana ditemukan H. influenzae dan S. pneumoniae yang resisten terhadap ampisilin. Pasien dengan infeksi meningokokus atau Hib harus diberi rifampisin sebelum dipulangkan dari rumah sakit apabila sebelumnya tidak diberikan obat generasi ketiga cephalosporin atau ciprofloxacin. Hal ini dilakukan agar ada kepastian bahwa organisme telah terbasmi.
C. Penanggulangan KLB
1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan adalah meningkatkan kegiatan surveilans, diagnosa dan pengobatan dini dari kasus-kasus yang dicurigai. Kepanikan dan kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat.
2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita dan berikan ventilasi yang cukup terhadap tempat tinggal dan ruang tidur bagi orang-orang yang terpajan dengan kuman yang disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak dan asrama tentara, pekerja tambang dan tahanan).
3) Pengobatan pencegahan masal biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB. Pada KLB yang terjadi pada sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah), pemberian pengobatan pencegahan pada semua orang dikelompok itu dapat dipertimbangkan terutama apabila KLB tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam vaksin yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan pada seluruh anggota masyarakat pada saat yang sama. Semua kontak dekat harus dipertimbangkan untuk mendapat pengobatan profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota masyarakat sudah diobati (lihat 9B5 di atas).
4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena seharusnya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh apabila terjadi KLB di suatu institusi yang besar atau di masyarakat dimana kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C, W-135 dan Y (lihat 9A3 di atas). Vaksin meningokokus sangat efektif untuk menghentikan wabah yang disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang diuraikan berikut ini dapat membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi kepada orang-orang yang berisiko pada saat terjadi KLB yang diduga disebabkan oleh grup C: a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan deskripsikan secara epidemiologis untuk menemukan kelompok umur yang terkena dan denominator sosial lainnya (misalnya: sekolah, tempat penitipan anak, organisasi kemasyarakatan, kelab malam, kota) dari orang-orang yang terkena; b) hitung attack rate strain bakteri yang menyebabkan KLB pada populasi yang berisiko; c) bila mungkin, lakukan isolasi subtipe N. meningotidis penyebab KLB menggunakan metoda molekuler. Bila paling tidak ditemukan tiga kasus yang disebabkan oleh grup C dengan subtipe yang sama selama 3 bulan dan kasus baru 360 tetap muncul dan attack rate meningkat menjadi 10 kasus grup C per 100.000 penduduk, maka pemberian imunisasi kepada kelompok masyarakat yang berisiko tersebut harus dipertimbangkan.
D. Implikasi bencana: KLB dapat timbul dalam situasi dimana orang harus tinggal dalam kondisi berdesak-desakan.
E. Penanganan Internasional: Manfaatkan Pusat Kerja sama WHO. Walaupun tidak diwajibkan dalam International Health Regulation, sertifikat imunisasi yang masih berlaku untuk meningitis meningokokus diwajibkan oleh beberapa negara seperti Arab Saudi bagi jemaah yang datang untuk ibadah haji.
10. Faktor Resiko
 Faktor risiko mendapatkan meningitis meliputi:
  • Mereka yang tinggal di dekat seperti sekolah, perguruan tinggi, pangkalan militer, Pusat-pusat penitipan siang hari, siswa perumahan dll lebih beresiko terkena infeksi meningococcal, karena berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab meningitis
  • Mereka dengan CSF pleuroperitoneal ditempatkan dalam otak mereka untuk patologi lain
  • orang-orang dengan cacat di dura
  • menggunakan prosedur tulang belakang (misalnya tulang belakang anestesi)
  • penderita diabetes
  • mereka dengan bakteri Endokarditis
  • alkoholisme dan hati sirosis
  • penyalahgunaan narkoba suntikan
  • ginjal ketidakcukupan
  • Thalassemia
  • cystic fibrosis
  • hipoparatiroidisme
  • splenectomy
  • sabit cell penyakit
  • Kasus meningintis banyak terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
  • Kehamilan. Jika sedang hamil maka akan mengalami peningkatan listeriosis –infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga menyebabkan meningitis. Jika memiliki listeriosis, janin dalam kandungan juga memiliki risiko yang sama.
  • Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria, yang juga dapat menyebabkan meningitis.
  • Memiliki sistem imun yang lemah.


Sumber : buku Manual Pemberantasan Penyakit Menular JAMES CHIN, MD, MPH Editor. Editor Penterjemah : Dr. I NYOMAN KANDUN, MPH. Edisi 17, 2000.

Epidemiologi Trachoma



TRACHOMA ICD-9 076; ICD-10 A71 1.
Identifikasi. Conjunctivitis yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia, dapat muncul tiba-tiba atau perjalanan penyakitnya dapat pelan-pelan. Infeksi dapat berlangsung bertahun-tahun jika tidak diobati. Namun ciri penyakit yang berlangsung lama didaerah hiperendemis disebabkan oleh terjadinya reinfeksi yang berulang kali. Ciri khas dari penyakit ini adalah timbulnya folikel limfoid dan inflamasi diffuse pada konjungtiva.Terbentuk jaringan parut. Pembentukan jaringan parut meningkat dengan makin beratnya derajat penyakit atau lamanya inflmasi. Jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya deformitas dari kelopak dan bulu mata (trichiasis dan enteropion). Deformitas kelopak dan bulu mata ini selanjutnya dapat menyebabkan abrasi kronis pada kornea dan terbentuk jaringan parut yang mengganggu penglihatan dan dapat menimbulkan kebutaan pada usia dewasa. Dapat terjadi infeksi sekunder didaerah endemis trachoma. Infeksi sekunder ini memperberat penyakit dan meningkatkan penularan. Trachoma pada anak-anak dinegara berkembang merupakan penyakit endemis. Namun trachoma pada usia dini ini sering tidak dapat dibedakan dengan conjunctivitis yang disebabkan oleh bakteri lain (termasuk oleh strain genital dari Chlamydia trachomatis) . Diagnosa banding dari trachoma adalah nodules pada kelopak mata yang dsebabkan oleh molluscum contagiosum, reaksi toksik atau pengobatan jangka panjang dengan tetes mata, infeksi stafilokokus kronis pada pinggir kelopak mata. Reaksi alergi karena pemakaian lensa kontak (giant papillary conjunctivitis) dapat menimbulkan gejala menyerupai trachoma dengan terbentuknya nodulus tarsalis (giant papillae), Terbentuknya jaringan parut pada konjungtiva dan pannus pada kornea. Diagnosa laboratorium ditegakkan dengan ditemukannya bagian elementer dari chlamidia didalam sel epitel dari sediaan yang diambil dari kerokan konjungtiva yang dicat dengan Giemsa atau diagnosa juga dapat ditegakkan dengan IF setelah sediaan difiksasi dengan metanol; atau dengan deteksi antigen dengan menggunakan prosedur EIA atau DNA probe; atau isolasi dari organisme dengan kultur sel.
2. Penyebab penyakit : Clamydia trachomatis serovarians A, B, Ba dan C. Ada beberapa strains yang tidak dapat dibedakan dengan konjungtivitis chlamydia (q.v) dan varians B, Ba dan C pernah diisolasi dari infeksi chlamydia pada alat kelamin.
3. Distribusi penyakit. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Di negara berkembang penyakit ini banyak ditemukan dan endemis, terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Didaerah endemis trachoma muncul pada masa anak-anak lalu bersembunyi di masa remaja dan meninggalkan jaringan parut dengan tingkat disabilitas yang bervariasi dan kemungkinan dapat menjadi buta. 526 Kebutaan karena trachoma masih banyak ditemukan di Timur Tengah, dan daerah sub- Sahara dibagian utara di Afrika, India, Asia Tenggara dan China. Kantong-kantong trachoma ada di Amerika Latin, Australia (orang aborijin) dan di Pulau Pasifik. Penyakit ini jarang ditemukan di AS; penyakit ini timbul di masyarakat yang kurang tingkat kebersihannya, kemiskinan dan ditempat tinggal yang kumuh, terutama di daerah pemukiman yang kering dan berdebu seperti di tempat reservasi penduduk asli di Amerika Barat Daya. Komplikasi lanjut dari trachoma yang muncul belakangan pada orang usia lebih tua yang terinfeksi trachoma di masa kanak-kanak adalah enteropion dan terbentuknya jaringan parut pada kornea; orang ini umumnya tidak menularkan penyakit lagi.
4. Reservoir: Reservoir penyakit ini adalah manusia
5. Cara penularan Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
6. Masa inkubasi: Masa inkubasi 5 sampai dengan 12 hari
7. Masa penularan Masa penularanan berlangsung selama masih ada lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat berlangsung bertahun tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan terbentuknya discharge kembali. Penderita tidak menular lagi 1 – 3 hari setelah diberi pengobatan dengan antibiotika sebelum terjadinya perbaikan gejala klinis.
8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap penyakit ini; tidak ada bukti bahwa infeksi ini dapat membentuk kekebalan dan belum ditemukan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi atau mencegah eratnya perjalanan penyakit. Di daerah endemis, anak-anak lebih sering terserang penyakit ini dibandingkan dengan orang dewasa. Beratnya penyakit biasanya selalu berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, terutama pemukiman yang sanitasi lingkungannya jelek, angin yang kering , debu halus dan pasir bisa ikut mempengaruhi beratnya penyakit. 527
9. Cara – cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan 1). Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya menjaga kebersihan perorangan terutama risiko menggunakan alat-alat dalam toilet umum bersama. 2). Perbaiki fasilitas sanitasi dasar. Sediakan air dan sabun, dalam jumlah yang cukup. Anjurkan sering mencuci muka, hindari penggunaan handuk bersama-sama. 3). Sediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan yang cukup serta fasilitas untuk menemukan penderita, terutama untuk anak-anak pra sekolah. 4). Lakukan investigasi epidemiologis untuk mencari faktor-faktor yang berperan dalam proses penularan penyakit pada situasi tertentu.
B. Penanganan penderita, kontak, lingkungan sekitarnya 1). Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat; laporan kasus, dibutuhkan di sejumlah negara bagian di AS dan dibeberapa negara dengan endemisitas rendah, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular). 2). Isolasi: Tindakan isolasi tidak praktis. Untuk penderita yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan kewaspadaan universal terhadap sekrit dan discharge. 3). Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dan seluruh peralatan yang tercemar. 4). Karantina: Tidak ada 5). Imunisasi: Tidak ada 6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi dilakukan terhadap seluruh anggota keluarga dari penderita, teman bermain dan teman sekolah. 7). Pengobatan spesifik: Di daerah dimana penyakit ini berat dan hampir merata, maka dilakukan pengobatan massal terutama ditujukan kepada anak-anak yaitu dengan salep mata tetrasiklin atau eritromisin dengan jadwal yang bervariasi yaitu sehari dua kali selama 5 hari atau sekali sebulan selama 6 bulan. Pengobatan Oral dengan sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan asitromisin juga efektif pada stadium aktif.
C. Penanggulangan Wabah Di daerah yang hiperendemis, pemberian pengobatan massal sangat berhasil dalam menurunkan prevalensi dan beratnya penyakit. Hal ini akan berhasil jika dilakukan bersama sama dengan penyuluhan tentang kebersihan perorangan, dan perbaikan sanitasi lingkungan terutama penyediaan fasilitas air bersih dalam jumlah yang cukup.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat KerjasamaWHO