Bab
I
Pendahuluan
DHF
adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak,
remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam
Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF
menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1.
Derajat
I
Demam
disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2.
Derajat
I
Sama
dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi
3.
Derajat
III
Ditandai
oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun.
4. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut
jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru.
Berdasarkan
permasalahan tersebut maka penulis tertarik dan ingin mengetahui lebih
lanjut lagi tenatang penyakit DHF. Dan ingin pula memperoleh pengalaman secara
nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pasien DHF.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Etiologi
Penyakit
Demam berdarah dengue (DBD)
atau yang dapat disebut juga dengue
hemorrhagic fever (DHF), dengue fever
(DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS), merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue termasuk genus Flavivirus dan Flaviviridaee.
Virus ini termasuk Arthropoda, Borne
Viruses (Arbovirosis). Virus ini
mempunyas empat serotype, yaiut:
1.
Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin tahun
1944
2.
Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin tahun
1944
3.
Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather
4.
Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather
Keempat
tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3.
Penelitian di Indonesia menunjukkan DEN-3 adalah serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat (Siregar, 2004).
B. Masa
Inkubasi dan Penularan
Infeksi
oleh salah satu serotype akan menimbulkan kekebalan terhadap serotype yang
bersangkutan, tetapi idak untuk serotype yang lain. Keempat jenis virus
tersebut semuanya terdapat di Indonesia. di daerah endemic DBD , seseorang
dapat terkena infeksi semua serotype virus pada waktu yang bersamaan.
Masa
inkubasi penyakit DBD, yaitu semenjak virus dengue meninfeksi tubuh manusia
hingga menimbulkan gejala klinis antara 4-7 hari dan orang tersebut akan
mengalami demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever.
Penyakit
DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Vector utama penyakit DBD
adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk Aedes
ini, terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. kecuali di ketinggian lebih
dari 1000 meter dan di atas permukaan laut. Nyamuk Aedes aegypti merupakan penyebar penyakit (vector) DBD yang paling
efektif dan utama karena tinggal di sekitar pemukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus, banyak terdapat di
daerah perkebunan dan semak-semak.
Nyamuk
yang menjadi vector DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit
manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus di darahnya), yatu
beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir,
biasanya berlangsung 3-5 hari.
Nyamuk
Aedes aegypti menjadi infektif 8-12
hari sesudah menghisap darah darah penderita DBD sebelumnya. Virus akan masuk
ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya, virus akan memperbanyak diri di dalam
tubuh nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk kelenjar air
liurnya. Jika nyamuk yang sudah terinfeksi virus ini menggigit orang sehat maka
nyamuk akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak membeku. Bersama virus
tersebut, virus dengue akan ditularkan.
Nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus dengue ini akan tetap infektif
selama hidupnya dan potensial mengeluarkan virus dengue kepada manusia yang
rentan lainnya.
Virus
dengue berukuran 34-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang di dalam
tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya.
Nyamuk jantan akan menyimpan virus pada nyamuk betina pada saat
melakukan kontak seksual. Selanjutnya nyamuk betina tersebut akan menularkan
virus ke manusia melalui gigitan.
Orang
yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam
berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya,
atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan
pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang
lain di berbagai wilayah yang terdapat nyamuk penularannya.
Ciri-ciri
dari nyamuk Aedes ini sangat khas, yaitu memiliki bintik-bintik putih dan
ukurannya lebih kecil dibandingkan nyamuk biasa. Keduanya bisa dibedakan dengan
mudah pada stadium dewasa dan larva. Tanda pada bagian dorsal mesonotum sangat
jelas bisa dilihat dengan mata telanjang, pada Ae. aegypti terdapat
garis lengkung putih dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang pada Ae.
albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks. Selain itu Aedes
albopictus secara umum berwarna lebih gelap daripada Aedes aegypti.
Adapun
untuk melihat perbedaan larva/jentik diperlukan diseccting microscope. Bagian
yang paling jelas adalah perbedaan bentuk sisik sikat (comb scales) dan
gigi pekten (pecten teeth), dan sikat ventral yang terdiri atas empat
pasang rambut pada Aedes albopictus dan lima pasang pada Aedes
aegypti.
Selama
ini stadium pradewasa Aedes aegypti dikenal mempunyai kebiasaan hidup
pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan
luar rumah, nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif menggigit di siang hari di
dalam rumah (endofilik-endofagik). Dan pada malam hari, nyamuk ini bersembunyi
di tempat gelap atau di antara benda-benda yang tergantung, seperti baju atau
tirai.
Nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus berbiak di dalam wadah (container
breeding) dengan penyebaran di seluruh daerah tropis maupun subtropis.
Tempat perkembangbiakan larva nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat
yang digunakan oleh manusia sehari-hari seperti bak mandi, drum air,
kaleng-kaleng bekas, ketiak daun dan lubang-lubang batu. Tipe-tipe kontainer
baik yang kecil maupun yang besar yang mengandung air merupakan tempat
perkembangbiakan yang baik bagi stadium pradewasa nyamuk Aedes aegypti. Hasil-hasil
pengamatan entomologi menunjukkan bahwa Aedes aegypti menempati habitat
domestik terutama penampungan air di dalam rumah, sedangkan Aedes.
albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang
terdapat di luar (peridomestik).
C. GEJALA
dan TANDA
Gejala
klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid),
oleh karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam
penegakkan diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat
mengisap darah orang tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler
darah virus melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak.
Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang terserang
virus dengue, sampai timbul gejala-gejala demam berdarah seperti:
1. Demam
tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius) tanpa sebab yang jelas.
2. Manifestasi
perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai
perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau feses hitam-hitam.
3. Hasil
pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit
meningkat (normal: pria
45,
wanita
40)
4. Timbulnya
beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
5. Munculnya
bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Kriteria diagnosis (WHO, 1997)
a.
Kriteria klinis
1. Demam
tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7
hari.
2. Terdapat
manifestasi perdarahan.
3. Pembesaran
hati.
4. Syok
b.
Kriteria laboratories
1.
Trombositopenia (
100.000/mm³)
Jumlah
trombosit di dalam tubuh mengalami penurunan yang drastis hingga mencapai
100.000 sel/mm³ atau dapat lebih rendah
lagi.
2.
Hemokonsentrasi (Ht meningkat
20%)
Adanya
rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas, vascular, dimanefestasikan
dengan hal berikut :
a. Pemningkatan
hematokrit sama atau lebih besar dari 20% di atas rata-rata usia, jenis
kelamin, dan populasi.
b. Penurunan
hematokrit setelah tindakan penggantian volume sama dengan atau lebih besar 20%
dari data dasar.
c. Tanda-tanda
rembesan plasma seperti efusi pleural, asites, dan hipoproteinemia.
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD/DBD bila terdapat minimal 2 gelaja klinis yang
positif dari hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut
kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue.
D. Transmisi
Penyakit
Penyakit
DBD tidak ditularkan secara langsung, melainkan melalui gigitan nyamuk Aedes
yang infektif. Spesies ini lebih sering menggigit pada siang hari dan mengalami
peningkatan aktivitas pada siang hari.
Nyamuk
Aedes menjadi infektif setelah sebelumnya menghisap darah dari penderita DBD. Virus
dengue yang terdapat di dalam tubuh penderita DBD berpindah dan berkembang di dalam tubuh nyamuk, dan
semenjak itu nyamuk Aedes akan menjadi infektif selama hidupnya. Virus dapat
ditularkan oleh nyamuk betina padatelurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk
dewasa. Selin itu, virus juga dapat ditularkan oleh nyamuk jantan ke nyamuk
betina melalui hubungan seksual. Jika nyamuk yang telah terinfeksi virus dengue
menularkannya ke manusia yang sehat melalui gigitan, dan pada saat yang sama
dapat menignfeksi beberapa orang dalam satu keluarga atau dalam area
berdekatan.
Nyamuk Aedes banyak terdapat di daerah tropis seperti
Asia tenggara dan Afrika. Nyamuk Aedes merupakan vector utama dalam penyebaran
penyakit DBD, ini dikarenakan karena habitat mereka yang berada di sekitar
lingkungan pemukiman warga. Mereka
biasanya berada di tempat-tempat gelap dan bersembunyi di antara benda-benda
yang menggantung seperti pakaian yang menggantung dan tirai. Sedangkan jentik
nyamuk Aedes banyak hidup di genangan air yang dibuat oleh manusia.
E. Riwayat
Alamiah Penyakit
Riwayat
alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang
perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak
terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit,
seperti kesembuhan atau kematian.
a. Tahap
prepatogenesi.
Pada tahap ini individu
berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap
kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility).
Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara
penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar
tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para
kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang penjamu.
Fase
suseptibel adalah tahap awal perjalanan penyakit dimulai dari tepaparnya
individu yang rentan (suseptibel). Fase suseptibel dari demam berdarah dengue
menurut Gurbler et al, dalam sumantri (2008) adalah pada saat nyamuk Aedes
aegypti yang tidak infektif kemudian menjadi infektif setelah menggigit
manusia yang sakit atau dalam keadaan viremia (masa virus bereplikasi cepat
dalam tubuh manusia). Nyamuk Aedes
aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang
hidupnya. Ketika menggigit manusia nyamuk mensekresikan kelenjar saliva melalui
proboscis terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku. Bersama
sekresi saliva inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk antar manusia.
b.
Fase Subklinis
Fase
sublinis adalah waktu yang diperlukan dari mulai paparan agen kausal hingga
timbulnya manifestasi klinis disebut dengan masa inkubasi (penyakit infeksi)
atau masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan
tanda dan gejala klinis, atau disebut dengan fase subklinis (asimtomatis). Masa
inkubasi ini dapat berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik atau
hipersensitivitas.
Fase
subklinis dari demam berdarah dengue adalah setelah virus dengue masuk bersama
air liur nyamuk ke dalam tubuh, virus tersebut kemudian memperbanyak diri dan
menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening untuk kemudian
masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Virus ini berada di dalam darah hanya
selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk. (Lestari, 2007). Pada fase
subklinis ini, jumlah trombosit masih normal selama 3 hari pertama (Rena,
2009). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan
terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Kompleks antigen-antibodi ini akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel
pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut
menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan
dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan
mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit
(Widoyono, 2008). Jika hal ini terjadi, maka penyakit DBD akan memasuki fase
klinis dimana sudah mulai ditemukan gejala dan tanda secara klinis adanya suatu
penyakit.
c. Fase
Klinis
Tahap selanjutnya adalah
fase klinis yang merupakan tahap ekspresi dari penyakit tersebut. Pada saat ini
mulai timbul tanda (sign) dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan
penjamu yang mengalami manifestasi klinis. Gejala klinis paling awal disebut
dengan gejala prodromal. Periode waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis
hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut dengan durasi penyakit. Fase klinis
dari demam berdarah dengue ditandai dengan badan yang mengalami gejala demam
dengan suhu tinggi antara 39 sampai 40 derajat celcius. Akibat pertempuran
antara antibodi dan virus dengue terjadi penurunan kadar trombosit dan bocornya
pembuluh darah sehingga membuat plasma darah mengalir ke luar. Pada fase ini
suhu badan turun dan biasanya diikuti oleh sindrom shock dengue karena
perubahan yang tiba-tiba. Muka penderita pun menjadi memerah atau facial
flush. Biasanya penderita juga mengalami sakit kepala, tubuh bagian balakang,
otot, tulang dan perut (antara pusar dan ulu hati). Tidak jarang diikuti dengan
muntah yang berlanjut dan suhu dingin dan lembab pada ujung jari serta kaki
(Lestari, 2007). Tersangka DBD akan mengalami demam tinggi yang mendadak terus
menerus selama kurang dari seminggu, tidak disertai infeksi saluran pernapasan
bagian atas, dan badan lemah dan lesu. Jika ada kedaruratan maka akan muncul
tanda-tanda syok, muntah terus menerus, kejang, muntah darah, dan batuk darah
sehingga penderita harus segera menjalani rawat inap. Sedangkan jika tidak
terjadi kedaruratan, maka perlu dilakukan uji torniket positif dan uji torniket
negatif yang berguna untuk melihat permeabillitas pembuluh darah sebagai cara
untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya (Arif dkk, 2000).
Manifestasi klinis DBD
sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat, yaitu:
1. Derajat
I: Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi
perdarahan spontan satu satunya adalah uji tourniquet positif.
2. Derajat
II: Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan
atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
3. Derajat
III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, gelisah.
4. Derajat
IV: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.
d.
Masa Penyembuhan, Kecatatan atau Kematian.
Setelah
terinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal menyeluruh (seumur hidup)
terhadap virus dengue yang menyerangya saat itu (misalnya, serotipe 1). Namun
hanya mempunyai kekebalan sebagian (selama 6 bulan) terhadap
virus dengue lain (serotipe 2, 3, dan 4). Demikian seterusnya sampai
akhirnya penderita akan mengalami kekebalan terhadap seluruh serotipe tersebut
(Satari, 2004).
Tahap
pemulihan bergantung pada penderita dalam melewati fase kritisnya. Tahap
pemulihan dapat dilakukan dengan pemberian infus atau transfer trombosit. Bila
penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari keenam dan ketujuh
penderita akan berangsur membaik dan kembali normal pada hari ketujuh dan
kedelapan, namun apabila penderita tidak dapat melewati masa kritisnya maka
akan menimbulkan kematian (Lestari, 2007).
F. Pengobatan
Sejauh
ini karena DBD merupakan penyakit virus, maka tidak ada pengobatan untuk
menghentikan atau memperlambat perkembangan virus ini. Pengobatan hanya dapat
dilakukan dengan cara simptomatis yaitu menghilangkan gejala- gejala yang
terlihat setiap penderita. Cairan bisa diberikan untuk mengurangi dehidrasi dan
obat-obatan diberikan untuk mengurangi demam, serta mengatasi perdarahan.
Upaya
mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok yaitu dengan mengusahakan agar
penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan
gula sirup atau susu). Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) juga
diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.
Transfusi trombosit dilakukan jika jumlahnya menurun drastis. Selanjutnya bisa
dilakukan pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, seperti
Paracetamol membantu menurunkan demam, Garam elektrolit (oralit) jika disertai
diare dan Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder.
Pengobatan
alternative yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok,
meskipun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu
biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai
trombosit darah.
G. Perkembangan
Penyakit DBD di Indonesia
Kasus
penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus
di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan
jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini
menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut
:
a. Tahun 1996 : jumlah kasus
45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
b. Tahun 1998 : jumlah kasus
72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
c. Tahun 1999 : jumlah kasus
21.134 orang.
d. Tahun 2000 : jumlah kasus
33.443 orang.
e. Tahun 2001 : jumlah kasus
45.904 orang .
f. Tahun 2002 : jumlah kasus
40.377 orang.
g. Tahun 2003 : jumlah kasus
50.131 orang.
h. Tahun 2004 : sampai tanggal 5
Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
H. Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Penyakit DBD
Ada tiga faktor yang
mempengaruhi laju penularan DBD , yakni:
1. Faktor
Pejamu (Target Penyakit, Inang)
Penyakit DBD dapat menyerang segala
usia, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular
penyakit ini. Di daerah endemi, mayoritas penderita penyakit DBD ini adalah
anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Ini dikarenakan faktor imunitas
(kekebalan) yang relative lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
Di dalam bukunya,
Genis Ginanjar menuliskan bahwa sebuah studi rettorspektif di Bangkok yang
dilaporkan WHO pada bulan Mei-November 1962 menunjukkan bahwa populasi 870.0000
anak-anak usia di bawah 15 tahun, diperkirakan 150.000-200.000 diantaranya
mengalami demam ringan akibat infeksi virus dengue dan chikungunya. 4.187 di
antaranya dirawat di rumah sakit atau klinik swasta karena penyakit DBD.
Di Indonesia sendiri,
penderita DBD terbanyak berusia 5-11 tahun. Secara keseluruhan, perbedaan sex
(jenis kelamin) tidak mempengaruhi penularan penyakit ini. Namun angka kematian
paling banyak pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
2. Faktor
Agen (Virus Dengue)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa virus dengue memiliki 4
serotip, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing virus ini dapat
dibedakan melalui isolasi di laboratorium. Infeksi satu virus dengue akan
memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa
mendatang. Namun hanya memberikan imunitas sementara atau parsial terhadap
infeksi virus lainnya.
Misalnya, seseorang yang telah terinfeksi virus DEN-2,
akan mendapatkan imunitas menetap terhadap virus DEN-2 di masa mendatang. Namun
dia tidak memiliki imunitas menetap terhadap virus DEN-3 di kemudian hari.
Selain itu, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa jika individu pernah
terinfeksi satu virus, dan individu tersebut terinfeksi lagi oleh satu virus
yang berbeda, maka gejala klinis yang timbul jauh lebih berat dan seringkali
fatal. Kondisi inlah yang menyulitkan
pembuatan vaksin DBD.
3. Faktor
Lingkungan.
Nyamuk Aedes aegypti
mempunyani habitat dan tempat berkembang biak di genangan air bersih dan tidak
melakukan kontak langsung dengan tanah. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat
pada awal musim penghujan, di mana terdapat banyak gengangan air bersih di
dalam sisa-sisa kaleng, ban bekas, ataupun benda- benda lain yang dapat
menampung air hujan.
Karena itu kesadaran
masyarakat, untuk terus menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal
mereka dapat menjadi salah satu upaya efektif dalam penekanan laju penularan
penyakit DBD. Selain itu terdapat faktor-faktor pendukung lain, terkait dengan
penyakit DBD:
1. Kepadatan
populasi nyamuk
2. Transmisi
virus dengue
3. Keadaan
geografi setempat
4. Pertumbuhan
penduduk
5. Urbanisasi
yang tidak terkontrol
6. Transportasi
I. Pencegahan
Kegiatan
yang dapat dilakukan, meliputi :
a. Pembersihan
jentik
§ Program
pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
§ Larvadisasi
§ Menggunakan
ikan (kepala ikan timah, cupang, sepat)
b. Pencegahan
gigitan nyamuk
§ Menggunakan
kelambu
§ Menggunakan
obat nyamuk (bakar, oles)
§ Tidak
melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
§ Penyemprotan
Hingga
saat ini belum ditemukan obat khusus yang dapat membunuh virus demam berdarah,
oleh karena itu upaya pencegahan yang utama adalah menghindari gigitan nyamuk.
Pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan
cara 3M yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat penampungan air
bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali,
karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam
kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari
benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan.
Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai
sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi
pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta
lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
J.
Epidemiologi DBD
DBD
ditemukan di daerah tropik dan subtropik, terutama wilayah urban dan periurban.
Di Asia, penyakit ini sering menyerang Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua
negara Asia Tenggra. DBD pertama kali diketahui di Asia Tenggara tahun 1950an
tetapi mulai tahun 1975 hingga sekarang merupakan penyebab kematian utama pada
anak-anak di negara-negara Asia. Prevalensi penyakit ini secara global
meningkat drastis dekade saat ini. DBD sekarang endemik di 100 lebih
negara-negara di Afrika, Amerika, Mediteranian Timur, Asia Tenggara dan Pasific
Barat. Asia Tenggara dan Pasifik Barat adalah negara-negara yang paling banyak menderita.
Sebelum tahun 70an hanya 9 negara yang mengalami epidemi DBD, jumlah ini
meningkat empat kali lipat sampai dengan tahun 1995. Sejak tahun 1997 dengue
dinyatakan sebagai penyakit asal viral terpenting yang berbahaya dan berakibat
fatal bagi manusia. Penyebarannya secara global sebanding dengan malaria, dan
diperkirakan kini setiap tahun terdapat sebanyak 2500 juta orang atau dua per
tiga dari penduduk dunia beresiko terkena DBD. Setiap tahun terdapat 10 juta
kasus infeksi dengue di seluruh dunia dengan angka kematian sekitar 5% terutama
pada anak-anak.
Penyakit
ini sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan pada tahun 1835-an,
Amerika
Tengah, bahkan sampai ke Amerika Serikat sampai akhir tahu 1990-an. Pada tahun
1981, wabah DBD terjadi di Kuba, yang menandai dimulainya epidemic DBD di
Amerika. Ada sekitar 344.203 kasus DBD yang dilaporkan, termasuk 10.312c pasien
yang dilaporkan sakit berat, yakni DBD derajat 3 dan 4. Kemudian kasus epidemic
mulai bermunculan di Amerika. Negara atau daerah yang terjangkit meliputi
Aruba, Barbados, Brazil, Kolombia, Republik Dominika, El Salvador, Frens
Guinia, Guadelopue, Guatemala, Honduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama,
Puerto Rico, Saint Lusia, Suriname, dan Venezuela.
Epidemic
dengue di Eropa pertama kali pada tahun 1784, dan di Inggris pada tahun 1922.
Terdapat
korelasi antara penurunan suhu dan turunannya hujan dengan peningkatan laju
penularan penyakit DBD. Penurunan suhu meningkatkan ketahanan tubuh nyamuk
Aedes aegypti dewasa, bahkan mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk
serta kepadatan populasinya.
K. Epidemiologi
DBD di Indonesia
Di
Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Di
Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan
berturut-turut di Bandung dan Yogyakarta pada tahun 1972.
Epidemi penyakit DBD di luar Jawa pertama kali dilaporkan
di Sumatera Barat dan Lampung tahun 1972. Disusul oleh daerah Riau, Sulawesi
Utara dan Bali pada tahun 1973. Pada tahun 1974, wabah DBD dilaporkan di
Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dan pada tahun 1994, DBD telah
menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Saat ini DBD me3njadi endemic di
beberapa kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah sampai ke
pedasaan.
Sejak 1994, seluruh provinsi Indonesia telah melaporkan
kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga
meningkat. Namun, angka kematian menurun tajam dari 41,3% (1968) menjadi 3%
(1984), dan sejak tahun 1991 angka kematian ini stabil di bawah angka 3%.
Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 199 bahwa
kelompok tertinggi yang terserang DBD adalah usia 5-14 tahun, yaitu sebanyak
42%. Dan kelompok 15-44 tahun sebanyak 37%. Data tersebut didapatkan dari rawat
inap rumah sakit. Rata-rata insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000
penduduk.
Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada
tahun 2004 tercatat 17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian
sebanyan 322 penderita selama bulan Januari dan Februari. Daerah yang perlu
diwaspadai adalah Jakarta, Bali dan NTB.
Sewaktu terjadi wabah berbagai tipe virus dengue berhasil
diisolasi. Virus dengue tipe 2 dan tipe 3 bergantian merupakan tipe dominan. Di
Indonesia virus dengue tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus DBD derajat berat
dan fatal (Sumarno Poorwo Sudarwo).
Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael
Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, America Serikat, melaporkan
bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus lainnya telah
ditemukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan
protein yang berwarna biru, hijau dan kuning. Protein amplop dinamakan protein
E yang berfungsi melindungi bahan genetic di dalamnya.
Penyakkit DBD harus mendapatkan perhatian
khusus dari semua pihak, mengingat jumlah kasusnya yang cenderyng terus
meningkat tiap tahun. Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
pada awal 2007jumlah penderita DBD telah mencapai 16.803 orang dan 267 orang
diantaranya meninggal dunia.
L.
Tujuan P3M DBD
Tujuan
dari P3M (Pencegahan dan Pemberantas Penyakit Menular) DBD adalah sebagai
berikut:
1.
Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
penyakit DBD
2.
Mencegah dan menanggulangi KLB
3.
Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM)
dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
4.
Memutuskan mata rantai penularan penyakit
melalui tindakan terhadap lingkungan, dan vector penyakit manusia.
5.
Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
penularan DBD
6.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya melakukan 3M dan pembersihan lingkungan rumah dan sanitasi rumah.
M. Strategi
P3M DBD
Strategi yang
dapat dilakukan dalam P3M DBD adalah:
1.
Kewaspadaan diri
2.
Penanggulangan KLB
3.
Peningkatan keterampilan petugas
4.
Penyuluhan tentang gejala awal penyakit DBD
kepada masyarakat (tindakan pencegahan dan rujukan penderita)
5.
Pemberantasan jentik nyamuk dengan
mengggunakan racun abate (abatisasi masal)
6.
Peningkatan diagnose
7. Pelacakan
Penderita ( Penyelidikan Epidemiologis, PE). Yaitu kegiatan mendatangi
rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita
lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ±100 m dari rumah indeks.
8. Penemuan
dan pertolongan penserita. Yaitu kegiatan mencari penderita lain. Jika terdapat
tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk
merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat.
9. Fogging
Focus (FF), yaitu kegiatan menyemprot dengan insektisida (malation, losban)
untuk membunuh nyamuk dewasa.
10. Pemeriksaan
Jentik Rutin (PJR), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan cara
mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara random atau metode spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau
metode zig-zag. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau
HI (House Index).
11. Pembentukan
kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari desa,
kecamatan, sampai tingkat pusat.
12. Penggerakan
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M (Menutup dan menguras tempat
penampungan air bersih, Mengubur barang bekas, dan Membersihkan tempat yang
berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk).
N. Ukuran Epidemiologi
a. Indikator
pemerataan
1.
Jumlah
penderita dengan PE
Jumlah
penderita yang dilaporkan
|
2. Fogging
Focus
Jumlah Fogging
Jumlah penderita
|
X 100%
|
b. Indikator
efektivitas perlindungan
Cakupan
rumah dengan FF/AS/PSN
Jumlah rumah yang seharusnya tercakup
dalam FF/AS/PSN
|
X 100%
|
c. Indikator
efiensi program
1.
Angka kepadatan jentik (HI)
Jumlah
rumah yang positif terdapat jentik
Jumlah
rumah yang diperiksa
|
X 100%
|
2. Angka
Kesakitan DBD
Jumlah
kesakitan DBD
Jumlah
penduduk
|
X 100%
|
3. Angka
kematian DBD
Angka
kematian DBD
Jumlah
penderita
|
X 100%
|
Bab
IV
Penutup
·
Kesimpulan dan saran
1. Penyebab penyakit
DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.
2. Sejak Bulan
Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%
)10. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) dan
CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
3. Perlu kewaspadaan
yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.
4. Cara yang paling
efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan “3M Plus” yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan
kondisi setempat.
Daftar
Pustaka
Arif, Mansjoer dkk.
2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius.
Lestari, Keri. 2007. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia.Farmaka, Vol. 5 No. 3. Jatinangor: Fakultas
Farmasi Universitas Padjadajaran.
Ginanjar, Genis. 2004. Demam Berdarah : A Survival Guide.Yogyakarta . BFirst
Satari, Hindra I dan
Meiliasari, Mila. 2004. Demam Berdarah:
Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit plus Menu. Jakarta: Puspa Swara.
Bappenas. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial dan Peran
Wanita. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6900/
Prof Bhisma Murti. Riwayat Alamiah Penyakit . Fakultas
Kedokteran UNS. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Riwayat_Alamiah_Penyakit_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf
Rena, Ni Made Renny a, dkk.
2009. Kelainan Hematologi pada
Demam Berdarah Dengue. J Peny Dalam, Volume 10 Nomor 3. Denpasar:
FK Unud RSUP Sanglah Denpasar.
Sumantri, Arif. 2008. Model Pencegahan Berbasis Lingkungan
terhadap Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue
di Provinsi DKI Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
UK Hadi. 2012. Penyakit
Tular Vektor: Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/06/Penyakit-Tular-Vektor-Demam-Berdarah-Dengue1.pdf
Upik Kesumawati Hadi,dkk. 2012. Jurnal Entomologi Indonesia : Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah
dengue di beberapa daerah di
Indonesia.
Widoyono.
2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Edisi Pertama.
Jakarta:Erlangga.
Widoyono.
2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
PPT DHF : PPT DHF
saya mau tanya mabk, mbak ada data House Index, container index, breteu index dan ABJ indonesia tahun 2011,2012 dan 2013?
BalasHapusjika ada mohon bantuannya untuk mengirimkan datanya ke alamat email saya fudinadin@gmail.com.
terima kasih