Sabtu, 08 Juni 2013

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)



Bab I
Pendahuluan
DHF adalah suatu  infeksi  arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1.    Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2.    Derajat I
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi
3.    Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun.
4.    Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik dan ingin mengetahui  lebih lanjut lagi tenatang penyakit DHF. Dan ingin pula memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pasien DHF.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Etiologi Penyakit
Demam berdarah dengue (DBD) atau yang dapat disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS), merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue termasuk genus Flavivirus dan Flaviviridaee. Virus ini termasuk Arthropoda, Borne Viruses (Arbovirosis). Virus ini mempunyas empat serotype, yaiut:
1.    Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin tahun 1944
2.    Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin tahun 1944
3.    Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather
4.    Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather

Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3.  Penelitian di Indonesia menunjukkan DEN-3 adalah serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Siregar, 2004).

B.  Masa Inkubasi dan Penularan
Infeksi oleh salah satu serotype akan menimbulkan kekebalan terhadap serotype yang bersangkutan, tetapi idak untuk serotype yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia. di daerah endemic DBD , seseorang dapat terkena infeksi semua serotype virus pada waktu yang bersamaan.
Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu semenjak virus dengue meninfeksi tubuh manusia hingga menimbulkan gejala klinis antara 4-7 hari dan orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever.
Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti  dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk Aedes ini, terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. kecuali di ketinggian lebih dari 1000 meter dan di atas permukaan laut. Nyamuk Aedes aegypti merupakan penyebar penyakit (vector) DBD yang paling efektif dan utama karena tinggal di sekitar pemukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus, banyak terdapat di daerah perkebunan dan semak-semak.
Nyamuk yang menjadi vector DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus di darahnya), yatu beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung 3-5 hari.
Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah darah penderita DBD sebelumnya. Virus akan masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya, virus akan memperbanyak diri di dalam tubuh nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk kelenjar air liurnya. Jika nyamuk yang sudah terinfeksi virus ini menggigit orang sehat maka nyamuk akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak membeku. Bersama virus tersebut, virus dengue akan ditularkan.  Nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus dengue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan potensial mengeluarkan virus dengue kepada manusia yang rentan lainnya.
Virus dengue berukuran 34-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang di dalam tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya. Nyamuk jantan akan menyimpan virus pada nyamuk betina pada saat melakukan kontak seksual. Selanjutnya nyamuk betina tersebut akan menularkan virus ke manusia melalui gigitan.
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang terdapat nyamuk penularannya.
Ciri-ciri dari nyamuk Aedes ini sangat khas, yaitu memiliki bintik-bintik putih dan ukurannya lebih kecil dibandingkan nyamuk biasa. Keduanya bisa dibedakan dengan mudah pada stadium dewasa dan larva. Tanda pada bagian dorsal mesonotum sangat jelas bisa dilihat dengan mata telanjang, pada Ae. aegypti terdapat garis lengkung putih dan 2 garis pendek di bagian tengah, sedang pada Ae. albopictus terdapat garis putih di medial dorsal toraks. Selain itu Aedes albopictus secara umum berwarna lebih gelap daripada Aedes aegypti.
Adapun untuk melihat perbedaan larva/jentik diperlukan diseccting microscope. Bagian yang paling jelas adalah perbedaan bentuk sisik sikat (comb scales) dan gigi pekten (pecten teeth), dan sikat ventral yang terdiri atas empat pasang rambut pada Aedes albopictus dan lima pasang pada Aedes aegypti.
Selama ini stadium pradewasa Aedes aegypti dikenal mempunyai kebiasaan hidup pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan luar rumah, nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif menggigit di siang hari di dalam rumah (endofilik-endofagik). Dan pada malam hari, nyamuk ini bersembunyi di tempat gelap atau di antara benda-benda yang tergantung, seperti baju atau tirai.
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berbiak di dalam wadah (container breeding) dengan penyebaran di seluruh daerah tropis maupun subtropis. Tempat perkembangbiakan larva nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari seperti bak mandi, drum air, kaleng-kaleng bekas, ketiak daun dan lubang-lubang batu. Tipe-tipe kontainer baik yang kecil maupun yang besar yang mengandung air merupakan tempat perkembangbiakan yang baik bagi stadium pradewasa nyamuk Aedes aegypti. Hasil-hasil pengamatan entomologi menunjukkan bahwa Aedes aegypti menempati habitat domestik terutama penampungan air di dalam rumah, sedangkan Aedes. albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, ban bekas yang terdapat di luar (peridomestik).

C.  GEJALA dan TANDA
Gejala klinis DBD pada awalnya muncul menyerupai gejala flu dan tifus (typhoid), oleh karenanya seringkali dokter dan tenaga kesehatan lainnya juga keliru dalam penegakkan diagnosa. Virus ini dipindahkan oleh nyamuk yang terinfeksi saat mengisap darah orang tersebut. Setelah masuk ke dalam tubuh, lewat kapiler darah virus melakukan perjalanan ke berbagai organ tubuh dan berkembang biak. Masa inkubasi virus ini berkisar antara 8-10 hari sejak seseorang terserang virus dengue, sampai timbul gejala-gejala demam berdarah seperti:
1.    Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius) tanpa sebab yang jelas.
2.    Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau feses hitam-hitam.
3.    Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit meningkat (normal: pria  45,  wanita    40)
4.    Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
5.    Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Kriteria diagnosis (WHO, 1997)
a.    Kriteria klinis
1.  Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2.  Terdapat manifestasi perdarahan.
3.  Pembesaran hati.
4.  Syok
b.    Kriteria laboratories
1.    Trombositopenia ( 100.000/mm³)
Jumlah trombosit di dalam tubuh mengalami penurunan yang drastis hingga mencapai 100.000 sel/mm³ atau dapat lebih rendah lagi.
2.    Hemokonsentrasi (Ht meningkat 20%)
Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas, vascular, dimanefestasikan dengan hal berikut :
a.  Pemningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari 20% di atas rata-rata usia, jenis kelamin, dan populasi.
b.    Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume sama dengan atau lebih besar 20% dari data dasar.
c.    Tanda-tanda rembesan plasma seperti efusi pleural, asites, dan hipoproteinemia.
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD/DBD  bila terdapat minimal 2 gelaja klinis yang positif dari hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue.

D.  Transmisi Penyakit
            Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung, melainkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang infektif. Spesies ini lebih sering menggigit pada siang hari dan mengalami peningkatan aktivitas pada siang hari.
            Nyamuk Aedes menjadi infektif setelah sebelumnya menghisap darah dari penderita DBD. Virus dengue yang terdapat di dalam tubuh penderita DBD berpindah  dan berkembang di dalam tubuh nyamuk, dan semenjak itu nyamuk Aedes akan menjadi infektif selama hidupnya. Virus dapat ditularkan oleh nyamuk betina padatelurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk dewasa. Selin itu, virus juga dapat ditularkan oleh nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui hubungan seksual. Jika nyamuk yang telah terinfeksi virus dengue menularkannya ke manusia yang sehat melalui gigitan, dan pada saat yang sama dapat menignfeksi beberapa orang dalam satu keluarga atau dalam area berdekatan.
Nyamuk Aedes banyak terdapat di daerah tropis seperti Asia tenggara dan Afrika. Nyamuk Aedes merupakan vector utama dalam penyebaran penyakit DBD, ini dikarenakan karena habitat mereka yang berada di sekitar lingkungan  pemukiman warga. Mereka biasanya berada di tempat-tempat gelap dan bersembunyi di antara benda-benda yang menggantung seperti pakaian yang menggantung dan tirai. Sedangkan jentik nyamuk Aedes banyak hidup di genangan air yang dibuat oleh manusia.

E.  Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian.


a.    Tahap prepatogenesi.
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang penjamu.
Fase suseptibel adalah tahap awal perjalanan penyakit dimulai dari tepaparnya individu yang rentan (suseptibel). Fase suseptibel dari demam berdarah dengue menurut Gurbler et al, dalam sumantri (2008) adalah pada saat nyamuk Aedes aegypti yang tidak infektif kemudian menjadi infektif setelah menggigit manusia yang sakit atau dalam keadaan viremia (masa virus bereplikasi cepat dalam tubuh manusia). Nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Ketika menggigit manusia nyamuk mensekresikan kelenjar saliva melalui proboscis terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku. Bersama sekresi saliva inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk antar manusia.


b.    Fase Subklinis
Fase sublinis adalah waktu yang diperlukan dari mulai paparan agen kausal hingga timbulnya manifestasi klinis disebut dengan masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, atau disebut dengan fase subklinis (asimtomatis). Masa inkubasi ini dapat berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik atau hipersensitivitas.
Fase subklinis dari demam berdarah dengue adalah setelah virus dengue masuk bersama air liur nyamuk ke dalam tubuh, virus tersebut kemudian memperbanyak diri dan menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening untuk kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Virus ini berada di dalam darah hanya selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk. (Lestari, 2007). Pada fase subklinis ini, jumlah trombosit masih normal selama 3 hari pertama (Rena, 2009). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya. Kompleks antigen-antibodi ini akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit (Widoyono, 2008). Jika hal ini terjadi, maka penyakit DBD akan memasuki fase klinis dimana sudah mulai ditemukan gejala dan tanda secara klinis adanya suatu penyakit.
c.    Fase Klinis
Tahap selanjutnya adalah fase klinis yang merupakan tahap ekspresi dari penyakit tersebut. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi klinis. Gejala klinis paling awal disebut dengan gejala prodromal. Periode waktu untuk mengekspresikan penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut dengan durasi penyakit. Fase klinis dari demam berdarah dengue ditandai dengan badan yang mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39 sampai 40 derajat celcius. Akibat pertempuran antara antibodi dan virus dengue terjadi penurunan kadar trombosit dan bocornya pembuluh darah sehingga membuat plasma darah mengalir ke luar. Pada fase ini suhu badan turun dan biasanya diikuti oleh sindrom shock dengue karena perubahan yang tiba-tiba. Muka penderita pun menjadi memerah atau facial flush. Biasanya penderita juga mengalami sakit kepala, tubuh bagian balakang, otot, tulang dan perut (antara pusar dan ulu hati). Tidak jarang diikuti dengan muntah yang berlanjut dan suhu dingin dan lembab pada ujung jari serta kaki (Lestari, 2007). Tersangka DBD akan mengalami demam tinggi yang mendadak terus menerus selama kurang dari seminggu, tidak disertai infeksi saluran pernapasan bagian atas, dan badan lemah dan lesu. Jika ada kedaruratan maka akan muncul tanda-tanda syok, muntah terus menerus, kejang, muntah darah, dan batuk darah sehingga penderita harus segera menjalani rawat inap. Sedangkan jika tidak terjadi kedaruratan, maka perlu dilakukan uji torniket positif dan uji torniket negatif yang berguna untuk melihat permeabillitas pembuluh darah sebagai cara untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya (Arif dkk, 2000).

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat, yaitu:
1.    Derajat I:  Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu satunya adalah uji tourniquet positif.
2.    Derajat II: Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
3.    Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
4.    Derajat IV: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

d.    Masa Penyembuhan, Kecatatan atau Kematian.
Setelah terinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal menyeluruh (seumur hidup) terhadap virus dengue yang menyerangya saat itu (misalnya, serotipe 1). Namun hanya mempunyai kekebalan sebagian (selama 6 bulan) terhadap virus dengue lain (serotipe 2, 3, dan 4). Demikian seterusnya sampai akhirnya penderita akan mengalami kekebalan terhadap seluruh serotipe tersebut (Satari, 2004).
Tahap pemulihan bergantung pada penderita dalam melewati fase kritisnya. Tahap pemulihan dapat dilakukan dengan pemberian infus atau transfer trombosit. Bila penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari keenam dan ketujuh penderita akan berangsur membaik dan kembali normal pada hari ketujuh dan kedelapan, namun apabila penderita tidak dapat melewati masa kritisnya maka akan menimbulkan kematian (Lestari, 2007).

F.   Pengobatan
Sejauh ini karena DBD merupakan penyakit virus, maka tidak ada pengobatan untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan virus ini. Pengobatan hanya dapat dilakukan dengan cara simptomatis yaitu menghilangkan gejala- gejala yang terlihat setiap penderita. Cairan bisa diberikan untuk mengurangi dehidrasi dan obat-obatan diberikan untuk mengurangi demam, serta mengatasi perdarahan.
Upaya mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu). Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) juga diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi trombosit dilakukan jika jumlahnya menurun drastis. Selanjutnya bisa dilakukan pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, seperti Paracetamol membantu menurunkan demam, Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare dan Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder.
Pengobatan alternative yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, meskipun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

G.  Perkembangan Penyakit DBD di Indonesia
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :
a.    Tahun 1996   : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
b.    Tahun 1998   : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
c.    Tahun 1999   : jumlah kasus 21.134 orang.
d.    Tahun 2000   : jumlah kasus 33.443 orang.
e.    Tahun 2001   : jumlah kasus 45.904 orang .
f.     Tahun 2002   : jumlah kasus 40.377 orang.
g.    Tahun 2003   : jumlah kasus 50.131 orang.
h.      Tahun 2004   : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

H.  Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit DBD
Ada tiga faktor yang mempengaruhi laju penularan DBD , yakni:
1.   Faktor Pejamu (Target Penyakit, Inang)
Penyakit DBD dapat menyerang segala usia, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakit ini. Di daerah endemi, mayoritas penderita penyakit DBD ini adalah anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Ini dikarenakan faktor imunitas (kekebalan) yang relative lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
Di dalam bukunya, Genis Ginanjar menuliskan bahwa sebuah studi rettorspektif di Bangkok yang dilaporkan WHO pada bulan Mei-November 1962 menunjukkan bahwa populasi 870.0000 anak-anak usia di bawah 15 tahun, diperkirakan 150.000-200.000 diantaranya mengalami demam ringan akibat infeksi virus dengue dan chikungunya. 4.187 di antaranya dirawat di rumah sakit atau klinik swasta karena penyakit DBD.
Di Indonesia sendiri, penderita DBD terbanyak berusia 5-11 tahun. Secara keseluruhan, perbedaan sex (jenis kelamin) tidak mempengaruhi penularan penyakit ini. Namun angka kematian paling banyak pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
2.    Faktor Agen (Virus Dengue)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa virus dengue memiliki 4 serotip, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Masing-masing virus ini dapat dibedakan melalui isolasi di laboratorium. Infeksi satu virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa mendatang. Namun hanya memberikan imunitas sementara atau parsial terhadap infeksi virus lainnya.
Misalnya, seseorang yang telah terinfeksi virus DEN-2, akan mendapatkan imunitas menetap terhadap virus DEN-2 di masa mendatang. Namun dia tidak memiliki imunitas menetap terhadap virus DEN-3 di kemudian hari. Selain itu, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa jika individu pernah terinfeksi satu virus, dan individu tersebut terinfeksi lagi oleh satu virus yang berbeda, maka gejala klinis yang timbul jauh lebih berat dan seringkali fatal.  Kondisi inlah yang menyulitkan pembuatan vaksin DBD.
3.    Faktor Lingkungan.
Nyamuk Aedes aegypti mempunyani habitat dan tempat berkembang biak di genangan air bersih dan tidak melakukan kontak langsung dengan tanah. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim penghujan, di mana terdapat banyak gengangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng, ban bekas, ataupun benda- benda lain yang dapat menampung air hujan.
Karena itu kesadaran masyarakat, untuk terus menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal mereka dapat menjadi salah satu upaya efektif dalam penekanan laju penularan penyakit DBD. Selain itu terdapat faktor-faktor pendukung lain, terkait dengan penyakit DBD:
1.    Kepadatan populasi nyamuk
2.    Transmisi virus dengue
3.    Keadaan geografi setempat
4.    Pertumbuhan penduduk
5.    Urbanisasi yang tidak terkontrol
6.    Transportasi

I.     Pencegahan
Kegiatan yang dapat dilakukan, meliputi :
a.  Pembersihan jentik
§  Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
§  Larvadisasi
§  Menggunakan ikan (kepala ikan timah, cupang, sepat)
b.    Pencegahan gigitan nyamuk
§  Menggunakan kelambu
§  Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
§  Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
§  Penyemprotan

Hingga saat ini belum ditemukan obat khusus yang dapat membunuh virus demam berdarah, oleh karena itu upaya pencegahan yang utama adalah menghindari gigitan nyamuk. Pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara 3M yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

J.   Epidemiologi DBD
DBD ditemukan di daerah tropik dan subtropik, terutama wilayah urban dan periurban. Di Asia, penyakit ini sering menyerang Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara Asia Tenggra. DBD pertama kali diketahui di Asia Tenggara tahun 1950an tetapi mulai tahun 1975 hingga sekarang merupakan penyebab kematian utama pada anak-anak di negara-negara Asia. Prevalensi penyakit ini secara global meningkat drastis dekade saat ini. DBD sekarang endemik di 100 lebih negara-negara di Afrika, Amerika, Mediteranian Timur, Asia Tenggara dan Pasific Barat. Asia Tenggara dan Pasifik Barat adalah negara-negara yang paling banyak menderita. Sebelum tahun 70an hanya 9 negara yang mengalami epidemi DBD, jumlah ini meningkat empat kali lipat sampai dengan tahun 1995. Sejak tahun 1997 dengue dinyatakan sebagai penyakit asal viral terpenting yang berbahaya dan berakibat fatal bagi manusia. Penyebarannya secara global sebanding dengan malaria, dan diperkirakan kini setiap tahun terdapat sebanyak 2500 juta orang atau dua per tiga dari penduduk dunia beresiko terkena DBD. Setiap tahun terdapat 10 juta kasus infeksi dengue di seluruh dunia dengan angka kematian sekitar 5% terutama pada anak-anak.
           Penyakit ini sering menyebabkan KLB di Amerika Selatan pada tahun 1835-an,
Amerika Tengah, bahkan sampai ke Amerika Serikat sampai akhir tahu 1990-an. Pada tahun 1981, wabah DBD terjadi di Kuba, yang menandai dimulainya epidemic DBD di Amerika. Ada sekitar 344.203 kasus DBD yang dilaporkan, termasuk 10.312c pasien yang dilaporkan sakit berat, yakni DBD derajat 3 dan 4. Kemudian kasus epidemic mulai bermunculan di Amerika. Negara atau daerah yang terjangkit meliputi Aruba, Barbados, Brazil, Kolombia, Republik Dominika, El Salvador, Frens Guinia, Guadelopue, Guatemala, Honduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama, Puerto Rico, Saint Lusia, Suriname, dan Venezuela.
Epidemic dengue di Eropa pertama kali pada tahun 1784, dan di Inggris pada tahun 1922.
Terdapat korelasi antara penurunan suhu dan turunannya hujan dengan peningkatan laju penularan penyakit DBD. Penurunan suhu meningkatkan ketahanan tubuh nyamuk Aedes aegypti dewasa, bahkan mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk serta kepadatan populasinya.

K.  Epidemiologi DBD di Indonesia
Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan berturut-turut di Bandung dan Yogyakarta pada tahun 1972.
Epidemi penyakit DBD di luar Jawa pertama kali dilaporkan di Sumatera Barat dan Lampung tahun 1972. Disusul oleh daerah Riau, Sulawesi Utara dan Bali pada tahun 1973. Pada tahun 1974, wabah DBD dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dan pada tahun 1994, DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Saat ini DBD me3njadi endemic di beberapa kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah sampai ke pedasaan.
Sejak 1994, seluruh provinsi Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga meningkat. Namun, angka kematian menurun tajam dari 41,3% (1968) menjadi 3% (1984), dan sejak tahun 1991 angka kematian ini stabil di bawah angka 3%.
Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 199 bahwa kelompok tertinggi yang terserang DBD adalah usia 5-14 tahun, yaitu sebanyak 42%. Dan kelompok 15-44 tahun sebanyak 37%. Data tersebut didapatkan dari rawat inap rumah sakit. Rata-rata insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000 penduduk.
Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 tercatat 17.707 orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian sebanyan 322 penderita selama bulan Januari dan Februari. Daerah yang perlu diwaspadai adalah Jakarta, Bali dan NTB.
Sewaktu terjadi wabah berbagai tipe virus dengue berhasil diisolasi. Virus dengue tipe 2 dan tipe 3 bergantian merupakan tipe dominan. Di Indonesia virus dengue tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus DBD derajat berat dan fatal (Sumarno Poorwo Sudarwo).
Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University, America Serikat, melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau dan kuning. Protein amplop dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetic di dalamnya.
Penyakkit DBD harus mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak, mengingat jumlah kasusnya yang cenderyng terus meningkat tiap tahun. Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada awal 2007jumlah penderita DBD telah mencapai 16.803 orang dan 267 orang diantaranya meninggal dunia.

L.   Tujuan P3M DBD
Tujuan dari P3M (Pencegahan dan Pemberantas Penyakit Menular) DBD adalah sebagai berikut:
1.    Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penyakit DBD
2.    Mencegah dan menanggulangi KLB
3.    Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
4.    Memutuskan mata rantai penularan penyakit melalui tindakan terhadap lingkungan, dan vector penyakit manusia.
5.    Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penularan DBD
6.    Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan 3M dan pembersihan lingkungan rumah dan sanitasi rumah.



M. Strategi P3M DBD
Strategi yang dapat dilakukan  dalam P3M DBD adalah:
1.    Kewaspadaan diri
2.    Penanggulangan KLB
3.    Peningkatan keterampilan petugas
4.    Penyuluhan tentang gejala awal penyakit DBD kepada masyarakat (tindakan pencegahan dan rujukan penderita)
5.    Pemberantasan jentik nyamuk dengan mengggunakan racun abate (abatisasi masal)
6.    Peningkatan diagnose
7.    Pelacakan Penderita ( Penyelidikan Epidemiologis, PE). Yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ±100 m dari rumah indeks.
8.    Penemuan dan pertolongan penserita. Yaitu kegiatan mencari penderita lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat.
9.    Fogging Focus (FF), yaitu kegiatan menyemprot dengan insektisida (malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa.
10. Pemeriksaan Jentik Rutin (PJR), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI (House Index).
11. Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari desa, kecamatan, sampai tingkat pusat.
12. Penggerakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M (Menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, Mengubur barang bekas, dan Membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk).

N.  Ukuran Epidemiologi
a.    Indikator pemerataan
1.   
Jumlah penderita dengan PE
Jumlah penderita yang dilaporkan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) :

         
         
2.    Fogging Focus
Jumlah Fogging
Jumlah penderita
 X  100%
 


         
b.    Indikator efektivitas perlindungan
Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN
Jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN
 X  100%
 


c.    Indikator efiensi program
1.    Angka kepadatan jentik (HI)
Jumlah rumah yang positif terdapat jentik
Jumlah rumah yang diperiksa
 X  100%
 


2.    Angka Kesakitan DBD
Jumlah kesakitan DBD
Jumlah penduduk
X 100%
 


3.    Angka kematian DBD
Angka kematian DBD
Jumlah penderita
X 100%
 
Bab IV
Penutup
·         Kesimpulan dan saran

1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.
2. Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% )10. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) dan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.
4. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M Plus” yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi setempat.












Daftar Pustaka
            Arif, Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Lestari, Keri. 2007. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.Farmaka, Vol. 5 No. 3. Jatinangor: Fakultas Farmasi Universitas Padjadajaran.
            Ginanjar, Genis. 2004. Demam Berdarah : A Survival Guide.Yogyakarta . BFirst
            Satari, Hindra I dan Meiliasari, Mila. 2004. Demam Berdarah: Perawatan di Rumah dan Rumah Sakit plus Menu. Jakarta: Puspa Swara.
            Bappenas. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial dan Peran Wanita. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6900/
            Prof Bhisma Murti. Riwayat Alamiah Penyakit . Fakultas Kedokteran UNS. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Riwayat_Alamiah_Penyakit_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf
Rena, Ni Made Renny a, dkk. 2009. Kelainan Hematologi pada Demam Berdarah Dengue. J Peny Dalam, Volume 10 Nomor 3. Denpasar: FK Unud RSUP Sanglah Denpasar.
Sumantri, Arif. 2008. Model Pencegahan Berbasis Lingkungan terhadap Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi DKI Jakarta. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
            UK Hadi. 2012. Penyakit Tular Vektor: Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.  http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/06/Penyakit-Tular-Vektor-Demam-Berdarah-Dengue1.pdf
            Upik Kesumawati Hadi,dkk. 2012. Jurnal Entomologi Indonesia : Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia.
            Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Edisi Pertama. Jakarta:Erlangga.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

PPT DHF : PPT DHF

1 komentar:

  1. saya mau tanya mabk, mbak ada data House Index, container index, breteu index dan ABJ indonesia tahun 2011,2012 dan 2013?
    jika ada mohon bantuannya untuk mengirimkan datanya ke alamat email saya fudinadin@gmail.com.
    terima kasih

    BalasHapus