TRACHOMA ICD-9 076; ICD-10 A71 1.
Identifikasi. Conjunctivitis yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia, dapat muncul
tiba-tiba atau perjalanan penyakitnya dapat pelan-pelan. Infeksi dapat
berlangsung bertahun-tahun jika tidak diobati. Namun ciri penyakit yang
berlangsung lama didaerah hiperendemis disebabkan oleh terjadinya reinfeksi
yang berulang kali. Ciri khas dari penyakit ini adalah timbulnya folikel
limfoid dan inflamasi diffuse pada konjungtiva.Terbentuk jaringan parut.
Pembentukan jaringan parut meningkat dengan makin beratnya derajat penyakit
atau lamanya inflmasi. Jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya deformitas
dari kelopak dan bulu mata (trichiasis dan enteropion).
Deformitas kelopak dan bulu mata ini selanjutnya dapat menyebabkan abrasi kronis
pada kornea dan terbentuk jaringan parut yang mengganggu penglihatan dan dapat
menimbulkan kebutaan pada usia dewasa. Dapat terjadi infeksi sekunder didaerah
endemis trachoma. Infeksi sekunder ini memperberat penyakit dan meningkatkan
penularan. Trachoma pada anak-anak dinegara berkembang merupakan penyakit
endemis. Namun trachoma pada usia dini ini sering tidak dapat dibedakan dengan conjunctivitis
yang disebabkan oleh bakteri lain (termasuk oleh strain genital dari Chlamydia
trachomatis) . Diagnosa banding dari trachoma adalah nodules pada kelopak
mata yang dsebabkan oleh molluscum contagiosum, reaksi toksik atau
pengobatan jangka panjang dengan tetes mata, infeksi stafilokokus kronis pada
pinggir kelopak mata. Reaksi alergi karena pemakaian lensa kontak (giant
papillary conjunctivitis) dapat menimbulkan gejala menyerupai trachoma dengan
terbentuknya nodulus tarsalis (giant papillae), Terbentuknya jaringan
parut pada konjungtiva dan pannus pada kornea. Diagnosa laboratorium
ditegakkan dengan ditemukannya bagian elementer dari chlamidia didalam sel
epitel dari sediaan yang diambil dari kerokan konjungtiva yang dicat dengan
Giemsa atau diagnosa juga dapat ditegakkan dengan IF setelah sediaan difiksasi
dengan metanol; atau dengan deteksi antigen dengan menggunakan prosedur EIA
atau DNA probe; atau isolasi dari organisme dengan kultur sel.
2. Penyebab penyakit : Clamydia trachomatis serovarians A, B, Ba dan C. Ada
beberapa strains yang tidak dapat dibedakan dengan konjungtivitis chlamydia (q.v)
dan varians B, Ba dan C pernah diisolasi dari infeksi chlamydia pada
alat kelamin.
3. Distribusi penyakit. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Di negara berkembang
penyakit ini banyak ditemukan dan endemis, terutama pada masyarakat yang kurang
mampu. Didaerah endemis trachoma muncul pada masa anak-anak lalu bersembunyi di
masa remaja dan meninggalkan jaringan parut dengan tingkat disabilitas yang
bervariasi dan kemungkinan dapat menjadi buta. 526 Kebutaan karena trachoma
masih banyak ditemukan di Timur Tengah, dan daerah sub- Sahara dibagian utara
di Afrika, India, Asia Tenggara dan China. Kantong-kantong trachoma ada
di Amerika Latin, Australia (orang aborijin) dan di Pulau Pasifik. Penyakit ini
jarang ditemukan di AS; penyakit ini timbul di masyarakat yang kurang tingkat
kebersihannya, kemiskinan dan ditempat tinggal yang kumuh, terutama di daerah
pemukiman yang kering dan berdebu seperti di tempat reservasi penduduk asli di
Amerika Barat Daya. Komplikasi lanjut dari trachoma yang muncul
belakangan pada orang usia lebih tua yang terinfeksi trachoma di masa
kanak-kanak adalah enteropion dan terbentuknya jaringan parut pada
kornea; orang ini umumnya tidak menularkan penyakit lagi.
4. Reservoir: Reservoir penyakit ini adalah manusia
5. Cara penularan Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari
mata yang terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau
kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian
dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat,
terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates
di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada
anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat
ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah endemis untuk serovarian
dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
6. Masa inkubasi: Masa inkubasi 5 sampai dengan 12 hari
7. Masa penularan Masa penularanan berlangsung selama masih ada lesi aktif di
konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat
berlangsung bertahun tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang
banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat
kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan terbentuknya discharge kembali.
Penderita tidak menular lagi 1 – 3 hari setelah diberi pengobatan dengan
antibiotika sebelum terjadinya perbaikan gejala klinis.
8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap penyakit
ini; tidak ada bukti bahwa infeksi ini dapat membentuk kekebalan dan belum
ditemukan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi atau mencegah eratnya
perjalanan penyakit. Di daerah endemis, anak-anak lebih sering terserang
penyakit ini dibandingkan dengan orang dewasa. Beratnya penyakit biasanya
selalu berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, terutama pemukiman
yang sanitasi lingkungannya jelek, angin yang kering , debu halus dan pasir
bisa ikut mempengaruhi beratnya penyakit. 527
9. Cara – cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan 1). Berikan penyuluhan kepada
masyarakat tentang perlunya menjaga kebersihan perorangan terutama risiko
menggunakan alat-alat dalam toilet umum bersama. 2). Perbaiki fasilitas
sanitasi dasar. Sediakan air dan sabun, dalam jumlah yang cukup. Anjurkan
sering mencuci muka, hindari penggunaan handuk bersama-sama. 3). Sediakan
fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan yang cukup serta fasilitas untuk
menemukan penderita, terutama untuk anak-anak pra sekolah. 4). Lakukan
investigasi epidemiologis untuk mencari faktor-faktor yang berperan dalam
proses penularan penyakit pada situasi tertentu.
B. Penanganan penderita, kontak, lingkungan sekitarnya 1). Laporan kepada Dinas Kesehatan
setempat; laporan kasus, dibutuhkan di sejumlah negara bagian di AS dan
dibeberapa negara dengan endemisitas rendah, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan
penyakit menular). 2). Isolasi: Tindakan isolasi tidak praktis. Untuk penderita
yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan kewaspadaan universal terhadap
sekrit dan discharge. 3). Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap
discharge dan seluruh peralatan yang tercemar. 4). Karantina: Tidak ada 5).
Imunisasi: Tidak ada 6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi
dilakukan terhadap seluruh anggota keluarga dari penderita, teman bermain dan
teman sekolah. 7). Pengobatan spesifik: Di daerah dimana penyakit ini berat dan
hampir merata, maka dilakukan pengobatan massal terutama ditujukan kepada anak-anak
yaitu dengan salep mata tetrasiklin atau eritromisin dengan jadwal yang
bervariasi yaitu sehari dua kali selama 5 hari atau sekali sebulan selama 6
bulan. Pengobatan Oral dengan sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan
asitromisin juga efektif pada stadium aktif.
C. Penanggulangan Wabah Di daerah yang hiperendemis,
pemberian pengobatan massal sangat berhasil dalam menurunkan prevalensi dan
beratnya penyakit. Hal ini akan berhasil jika dilakukan bersama sama dengan
penyuluhan tentang kebersihan perorangan, dan perbaikan sanitasi lingkungan
terutama penyediaan fasilitas air bersih dalam jumlah yang cukup.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat KerjasamaWHO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar