Sabtu, 08 Juni 2013

Epidemiologi Trachoma



TRACHOMA ICD-9 076; ICD-10 A71 1.
Identifikasi. Conjunctivitis yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia, dapat muncul tiba-tiba atau perjalanan penyakitnya dapat pelan-pelan. Infeksi dapat berlangsung bertahun-tahun jika tidak diobati. Namun ciri penyakit yang berlangsung lama didaerah hiperendemis disebabkan oleh terjadinya reinfeksi yang berulang kali. Ciri khas dari penyakit ini adalah timbulnya folikel limfoid dan inflamasi diffuse pada konjungtiva.Terbentuk jaringan parut. Pembentukan jaringan parut meningkat dengan makin beratnya derajat penyakit atau lamanya inflmasi. Jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya deformitas dari kelopak dan bulu mata (trichiasis dan enteropion). Deformitas kelopak dan bulu mata ini selanjutnya dapat menyebabkan abrasi kronis pada kornea dan terbentuk jaringan parut yang mengganggu penglihatan dan dapat menimbulkan kebutaan pada usia dewasa. Dapat terjadi infeksi sekunder didaerah endemis trachoma. Infeksi sekunder ini memperberat penyakit dan meningkatkan penularan. Trachoma pada anak-anak dinegara berkembang merupakan penyakit endemis. Namun trachoma pada usia dini ini sering tidak dapat dibedakan dengan conjunctivitis yang disebabkan oleh bakteri lain (termasuk oleh strain genital dari Chlamydia trachomatis) . Diagnosa banding dari trachoma adalah nodules pada kelopak mata yang dsebabkan oleh molluscum contagiosum, reaksi toksik atau pengobatan jangka panjang dengan tetes mata, infeksi stafilokokus kronis pada pinggir kelopak mata. Reaksi alergi karena pemakaian lensa kontak (giant papillary conjunctivitis) dapat menimbulkan gejala menyerupai trachoma dengan terbentuknya nodulus tarsalis (giant papillae), Terbentuknya jaringan parut pada konjungtiva dan pannus pada kornea. Diagnosa laboratorium ditegakkan dengan ditemukannya bagian elementer dari chlamidia didalam sel epitel dari sediaan yang diambil dari kerokan konjungtiva yang dicat dengan Giemsa atau diagnosa juga dapat ditegakkan dengan IF setelah sediaan difiksasi dengan metanol; atau dengan deteksi antigen dengan menggunakan prosedur EIA atau DNA probe; atau isolasi dari organisme dengan kultur sel.
2. Penyebab penyakit : Clamydia trachomatis serovarians A, B, Ba dan C. Ada beberapa strains yang tidak dapat dibedakan dengan konjungtivitis chlamydia (q.v) dan varians B, Ba dan C pernah diisolasi dari infeksi chlamydia pada alat kelamin.
3. Distribusi penyakit. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Di negara berkembang penyakit ini banyak ditemukan dan endemis, terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Didaerah endemis trachoma muncul pada masa anak-anak lalu bersembunyi di masa remaja dan meninggalkan jaringan parut dengan tingkat disabilitas yang bervariasi dan kemungkinan dapat menjadi buta. 526 Kebutaan karena trachoma masih banyak ditemukan di Timur Tengah, dan daerah sub- Sahara dibagian utara di Afrika, India, Asia Tenggara dan China. Kantong-kantong trachoma ada di Amerika Latin, Australia (orang aborijin) dan di Pulau Pasifik. Penyakit ini jarang ditemukan di AS; penyakit ini timbul di masyarakat yang kurang tingkat kebersihannya, kemiskinan dan ditempat tinggal yang kumuh, terutama di daerah pemukiman yang kering dan berdebu seperti di tempat reservasi penduduk asli di Amerika Barat Daya. Komplikasi lanjut dari trachoma yang muncul belakangan pada orang usia lebih tua yang terinfeksi trachoma di masa kanak-kanak adalah enteropion dan terbentuknya jaringan parut pada kornea; orang ini umumnya tidak menularkan penyakit lagi.
4. Reservoir: Reservoir penyakit ini adalah manusia
5. Cara penularan Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
6. Masa inkubasi: Masa inkubasi 5 sampai dengan 12 hari
7. Masa penularan Masa penularanan berlangsung selama masih ada lesi aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu penularan dapat berlangsung bertahun tahun. Konsentrasi organisme dalam jaringan berkurang banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi jumlahnya akan meningkat kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan terbentuknya discharge kembali. Penderita tidak menular lagi 1 – 3 hari setelah diberi pengobatan dengan antibiotika sebelum terjadinya perbaikan gejala klinis.
8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap penyakit ini; tidak ada bukti bahwa infeksi ini dapat membentuk kekebalan dan belum ditemukan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi atau mencegah eratnya perjalanan penyakit. Di daerah endemis, anak-anak lebih sering terserang penyakit ini dibandingkan dengan orang dewasa. Beratnya penyakit biasanya selalu berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, terutama pemukiman yang sanitasi lingkungannya jelek, angin yang kering , debu halus dan pasir bisa ikut mempengaruhi beratnya penyakit. 527
9. Cara – cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan 1). Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya menjaga kebersihan perorangan terutama risiko menggunakan alat-alat dalam toilet umum bersama. 2). Perbaiki fasilitas sanitasi dasar. Sediakan air dan sabun, dalam jumlah yang cukup. Anjurkan sering mencuci muka, hindari penggunaan handuk bersama-sama. 3). Sediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan yang cukup serta fasilitas untuk menemukan penderita, terutama untuk anak-anak pra sekolah. 4). Lakukan investigasi epidemiologis untuk mencari faktor-faktor yang berperan dalam proses penularan penyakit pada situasi tertentu.
B. Penanganan penderita, kontak, lingkungan sekitarnya 1). Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat; laporan kasus, dibutuhkan di sejumlah negara bagian di AS dan dibeberapa negara dengan endemisitas rendah, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular). 2). Isolasi: Tindakan isolasi tidak praktis. Untuk penderita yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan kewaspadaan universal terhadap sekrit dan discharge. 3). Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dan seluruh peralatan yang tercemar. 4). Karantina: Tidak ada 5). Imunisasi: Tidak ada 6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi dilakukan terhadap seluruh anggota keluarga dari penderita, teman bermain dan teman sekolah. 7). Pengobatan spesifik: Di daerah dimana penyakit ini berat dan hampir merata, maka dilakukan pengobatan massal terutama ditujukan kepada anak-anak yaitu dengan salep mata tetrasiklin atau eritromisin dengan jadwal yang bervariasi yaitu sehari dua kali selama 5 hari atau sekali sebulan selama 6 bulan. Pengobatan Oral dengan sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan asitromisin juga efektif pada stadium aktif.
C. Penanggulangan Wabah Di daerah yang hiperendemis, pemberian pengobatan massal sangat berhasil dalam menurunkan prevalensi dan beratnya penyakit. Hal ini akan berhasil jika dilakukan bersama sama dengan penyuluhan tentang kebersihan perorangan, dan perbaikan sanitasi lingkungan terutama penyediaan fasilitas air bersih dalam jumlah yang cukup.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat KerjasamaWHO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar