Senin, 19 November 2012

Foodborne Sanitation




1.            How do infections, intoxications, and toxin - mediated infections cause foodborne illness?
Answer : Infeksi makanan (food infection) yaitu penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung mikroba patogen, kemudian mikroba tersebut dapat menembus sistem pertahanan tubuh dan hidup serta berkembang biak di dalam tubuh. Mikroba yang dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit adalah mikroba yang mempunyai data patogenitas tinggi dan daya virulensi kuat, sehingga dapat berkembang biak dan menyebar ke dalam tubuh induk semang yang peka. Masa inkubasi, yaitu waktu yang dibutuhkan dari mulai masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala sakit, karena infeksi makanan biasanya lebih lama dari intoksikasi makanan. Mikroba-mikroba potensial penyebab infeksi makanan antara lain Salmonella, Bacillus antracis, Campylobacter, Shigella, Vibrio, Yersinia, Escherichia coli, dan lainnya.

Intoksikasi makanan (food intoxication) yaitu penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung racun yang diproduksi oleh mikroba yang tumbuh dalam makanan. Umumnya masa inkubasi intoksikasi terjadi lebh cepat setelah mengkonsumsi makanan tercemar dibandingkan dengan infeksi makanan. Mikroba-mikroba potensial penyebab intoksikasi makanan antara lain Clostridium botulinum, C. Perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan lainnya.

2. What four groups of people tend to be most susceptible to foodborne illness?
Answer : * Bayi
   * Ibu hamil
   * Orang tua yang berumur lebih dari atau sama dengan 65 tahun
   * Seseorang yang sedang menjalani pengobatan spesifik

3. What are the three classes of foodborne hazards? Give an example of each class.
Answer : Biological hazards adalah organism mikroskopis seperti virus, bakteri dan parasit yg tidak menampakkan bahaya pada kemananan makanan. Contoh : makanan yg masih mentah dicampur dengan makanan yg sudah siap makan sehingga menimbulkan adanya kontaminasi bakteri dari makanan yg mentah ke makanan yg sudah siap makan.
Chemical hazards adalah zat kimia yang berbahaya yg bisa menyebabkan penyakit jika dicerna dengan makanan. Contoh : pestisida yang menempel pada sayuran terlalu banyak zat pestisida, zat pestisida tersebut yg bisa menyebabkan penyakit.
Physical hazards adalah benda asing seperti batu, pecahan kaca, serpihan tulang dari binatang yg masuk ke dalam makanan karena kurangnya pengendalian makanan dengan tangan di peternakan atau perkebunan. Contoh : adanya batu pada beras.

4. What are potentially hazardous foods (time - temperature control for safety foods)? What characteristics cause these foods to be frequently associated with foodborne disease outbreaks? And what is the temperature danger zone, and why is it important to food safety?
Answer : Biological hazards adalah organism mikroskopis seperti virus, bakteri dan parasit yg tidak menampakkan bahaya pada kemananan makanan. Contoh : makanan yg masih mentah dicampur dengan makanan yg sudah siap makan sehingga menimbulkan adanya kontaminasi bakteri dari makanan yg mentah ke makanan yg sudah siap makan.
Chemical hazards adalah zat kimia yang berbahaya yg bisa menyebabkan penyakit jika dicerna dengan makanan. Contoh : pestisida yang menempel pada sayuran terlalu banyak zat pestisida, zat pestisida tersebut yg bisa menyebabkan penyakit.
Physical hazards adalah benda asing seperti batu, pecahan kaca, serpihan tulang dari binatang yg masuk ke dalam makanan karena kurangnya pengendalian makanan dengan tangan di peternakan atau perkebunan. Contoh : adanya batu pada beras.

5. What is meant by poor personal hygiene, and how can it lead to foodborne illness?
Answer : Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya/timbulnya foodborne diseases antara lain banyaknya fast-food restaurrant, peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah,  makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut.
6. What is cross - contamination, and what are some ways to prevent it?
Answer : Kontaminasi silang adalah proses perpindahan mikroba dari satu objek ke objek yang lain. Prosesnya bisa terjadi secara langsung maupun tak langsung.
Tangan, permukaan tempat bekerja, pisau, papan pengiris, kain lap dan bak pencucian adalah objek yang sering menjadi perantara terjadinya kontaminasi silang secara tak langsung.

Kontaminasi silang dapat terjadi apabila:
  • Produk pangan yang sudah diolah tercemar kembali oleh cemaran dari bahan mentah yang masih kotor. Ini dapat terjadi karena produk pangan yang telah diolah diletakkan di dekat bahan mentah yang masih kotor.
  • Produk pangan tercemar kembali oleh cemaran dari meja kerja dan lingkungannya masih kotor.
  • Produk pangan yang tercemar kembali oleh cemaran dari meisn dan peralatan yang masih kotor, ini tejadi kalau peralatan yang masih kotor atau wadah-wadah yang belum dibersihkan diletakkan berserakan bercampur dengan produk pangan yang sudah diolah.
► Kontaminasi silang dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini :
  • Jauhkan produk pangan yang sudah diolah dari bahan mentah atau bahan-bahan lainnya yang dianggap dapat mencemari.
  • Jauhkan produk pangan yang sudah diolah dari mesin dan peralatan yang kotor.
  • Hindari pencemaran oleh karyawan yang tidak bertugas di ruang pengolahan.
  • Simpan produk pangan yang sudah diolah di tempat khusu yang bersih.
  • Simpan wadah atau kemasan yang sudah dicuci di tempat khusus yang bersih.
  • Letakkan botol bersih dengan posisi mulut botol ke bawah.
  • Gunakan tutup untuk melindungi produk pangan yang sudah diolah dari cemaran melalui lingkungan yang kotor, khususnya udara.
  • Gunakan meja yang bersih untuk menangani produk pangan yang sudah diolah.
  • Jangan gunakan peralatan yang kotor berulang-ulang. Bersihkan dulu peralatan yang kotor sebelum digunakan.
  • Jangan memegang pangan dengan tangan telanjang, gunakan penjepit atau sendok. Jika harus dipegang gunakan kantong plastik, plastik bersih sebagai sarung tangan.


7. Please discuss this statement: Access to healthy food is an environmental justice issue
Dengan adanya environmental justice issue akan membantu masyarakat untuk mengetahui dan sadar dengan adanya makanan yg sehat dan tidak sehat. Dengan ini, diharapkan masyarakat lebih peduli dengan kesehatan mereka agar mereka bisa belajar hidup sehat. Dengan adanya masyarakat yang sehat, Negara ini akan menjadi lebih baik lagi dan lebih produktif dalam melakukan kegiatan.

8. Describe about food safety problem in Indonesia. Please mention the references (minimum 5 ref)
Teliti 7 Hal Ini Saat Baca Label Makanan
Penulis : Bramirus Mikail | Selasa, 17 Juli 2012 | 07:18 WIB

KOMPAS.com - Masalah keamanan pangan menjadi persoalan yang tak pernah ada ujung pangkalnya. Pencemaran bahan biologis dan kimia yang berbahaya ke dalam pangan dapat terjadi baik karena disengaja atau tidak disengaja.

"Masalah utama keamanan pangan di Indonesia disebabkan karena cemaran mikroba, cemaran kimiawi, penyalahgunaan bahan berbahaya dan penggunaan bahan tambahan pangan berlebih," kata Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Suratmono  saat acara media gathering bertema 'Pengawasan Keamanan Pangan', Senin, (16/7/2012) kemarin, di Jakarta.

Meski begitu, Suratmono berpendapat bahwa permasalahan pangan sebetulnya bisa ditanggulangi dengan cara sederahana.  Salah satunya adalah membiasakan diri memeriksa dan membaca label pangan secara teliti sebelum membeli. Dalam hal ini, konsumen selaku penikmat jasa diharapkan dapat kritis dan melindungi dirinya dari kontaminasi bahan berbahaya yang mungkin terkandung dalam setiap produk makanan.

"Penting untuk memperhatikan, membaca atau memahami informasi pada label. Karena kita ingin pangan yang kita pilih/beli sesuai dengan keinginan kita," katanya.

Berikut ini adalah 7 hal yang harus diperhatikan ketika membaca label produk pangan seperti diungkapkan Suratmono :

1. Nama pangan olahan

Nama pangan olahan terdiri dari nama jenis dan nama dagang. Nama jenis adalah pernyataan atau keterangan identitas mengenai pangan olahan. Nama dagang adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan peredaran pangan.

2. Berat bersih atau isi bersih
Berat bersih atau isi bersih adalah pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitias atau jumlah pangan olahan yang terdapat di dalam kemasan.

3. Nama dan alamat produsen atau distributor
Untuk pangan olahan dalam negeri, terdapat nama dan alamat produsen pangan olahan di wilayah Indonesia. Untuk pangan olahan dari luar negeri, tercantum nama dan alamat pihak produsen di luar negeri serta nama distributor/importir.

4. Daftar bahan yang digunakan atau komposisi
Keterangan komposisi atau daftar bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada label secara lengkap dan berurutan mulai dari jumlah terbanyak.

5. Nomor pendaftaran pangan
Nomor pendaftaran yang dikeluarkan Badan POM RI yaitu: BPOM RI MD (pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri) dan BPOM RI ML (pangan olahan dari luar negeri). Nomor pendaftarannya terdiri atas 12 digit angka. Sementara jika izin diberikan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota nomor pendaftaran berupa P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga).

6. Keterangan kedaluarsa
Ini merupakan batas akhir suatu pangan olahan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan produsen. Keterangan kadaluarsa dicantumkan pada label dengan didahului tulisan "Baik digunakan sebelum".

7. Kode produksi
Ini adalah kode yang dapat memberikan penjelasan tentang riwayat proses produksi pangan olahan yang diproduksi pada kondisi dan waktu yang sama. Kode produksi dapat disertai dengan atau berupa tanggal produksi (tanggal, bulan, tahun).

Selain tujuh informasi tersebut, informasi lain yang perlu diperhatikan adalah:

- Keterangan kandungan gizi
Keterangan ini dinyatakan sebagai informasi atau klaim nilai gizi. Dengan keterangan ini, calon konsumen dapat menyesuaikan kebutuhan gizinya.

- Pangan halal
Tulisan "Halal" hanya dapat dicantumkan pada pangan olahan yang mempunyai sertifikat "Halal" dari lembaga yang berwenang di Indonesia dan mendapat persetujuan pencantuman tulisan "Halal" dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan BPOM.

- Keterangan petunjuk penyimpanan
Pangan olahan dalam kemasan yang tidak mungkin dikonsumsi dalam satu kali makan harus mencantumkan cara penyimpanan setelah kemasan dibuka.

- Peringatan
Label pangan tertentu harus mencantumkan tulisan atau peringatan. Misalnya pada pangan olahan yang mencantumkan babi harus mencantumkan "Mengandung Babi" atau produk susu kental manis mencantumkan "Perhatian: Tidak Cocok Untuk Bayi".
Bermasalah Dalam Standar Keamanan

Produk Makanan Indonesia Sering Ditolak Pengimpor

BOGOR, (PRLM).- Produk makanan Indonesia bermasalah dalam hal standar keamanan pangan sehingga sering ditolak oleh negara pengimpor. Dari berbagai macam alasan yang diungkapkan, sebagian besar atau sekitar 60 persen alasan karena produk makanan Indonesia tidak higinis, dan cenderung jorok.
Demikian dikatakan Direktur South East Asian Food Science dan Technology Center Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi di sela-sela Diskusi Current Issue and Challenge for Food Safety, Kamis (9/2). Dikatakan Purwiyatno dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 masalah produk makanan Indonesia sangat sederhana, yakni kurang higinis. "Artinya ada potensi produk kita diproduksi dengan proses yang kurang memerhatikan kebersihan sehingga mengancam keamanan makanan saat dikonsumsi," kata Purwiyatno.
Negara yang banyak menolak produk makanan kita misalnya, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan, produk makanan tanpa disertai keterangan berbahasa Inggris atau tidak terdaftar pun ditolak di negara-negara ini. "Hanya saja, alasan kurang higinis malah yang paling banyak. Hal itu perlu kita benahi jika tidak ingin terus ditolak," lanjutnya.
Dicontohkan Purwiyatno, sejumlah produk ikan dan olahan ikan kita sering ditolak di negara-negara Uni Eropa karena terkontaminasi logam berat. Hal ini, lanjut Purwiyatno dipengaruhi oleh asal ikan tersebut dipanen. "Untuk saat ini, tren penolakan censerung menurun karena adanya program pemerintah yang cukup baik sehingga berhasil menekan kontaminasi logam berat," tuturnya.
Selain itu, dari sejumlah produk makanan yang kita ekspor juga mengandung atau terkontaminasi residu obat hewan yang relatif banyak. Artinya, ada proses pemupukan atau pengawetan pangan kita yang menyalahi aturan. Negara pengimpor juga mengkhawatirkan kontaminasi mikroba dalam produk makanan kita yang diekspor.
Kemungkinan, lanjut Purwiyatno karena dalam proses pengolahan atau produksinya tidak menggunakan air bersih karena keterbatasan air bersih atau cara penyimpanan yang salah. Hal-hal yang dinilai sepele oleh masyarakat kita inilah yang harus diperbaiki. Purwiyatno mengusulkan agar pemerintah atau pihak terkait lainnya untuk mulai memperluas akses air bersih serta listrik sehingga proses produksi lebih higinis. Selain itu, proses penyimpanan juga lebih efektif melalui pengaturan suhu.
Terkait bahan pengawet dan pewarna, Purwiyatno mengatakan sah-sah saja jika produk makanan menggunakannya. Asalkan, bahan pengawet dan pewarna sesuai dengan peruntukan dan dosis. "Asal tidak menggunakan bahan kimia berbahaya seperti formalin, penggunaan bahan pengawet dan pewarna boleh dilakukan," tambahnya.
Sementara itu, pemantauan di lapangan, sejumlah produk makanan dari Indonesia memang mayoritas dikerjakan dengan proses sederhana dan tradisional. Bahkan, beberapa di antaranya yang beredar di pasaran lokal kita kurang memerhatikan faktor kebersihan karena keterbatasan pengetahuan, infrastruktur dan lain sebagainya. (A-155/A-147)***


Keamanan Pangan di Indonesia Tak Jelas
Penulis : Asep Candra | Rabu, 15 Oktober 2008 | 13:33 WIB
JAKARTA, RABU — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, hingga saat ini pemerintah belum dapat menjamin keamanan produk pangan selain juga tak berdaya mengawasi pelanggaran produsen akan pengelabuan terhadap konsumen. Dengan fakta ini, sudah saatnya masyarakat sebagai konsumen lebih banyak berperan mengawasi dan menyebarkan informasi tentang pelanggaran dalam hal produk pangan.

"Masalah yang paling mendasar di Indonesia saat ini adalah masalah keamanan pangan yang tidak jelas. Saat ini hak atas informasi dan edukasi pada masyarakat belum sepenuhnya diberikan pemerintah.  Tak pernah ada satu informasi yang pasti tentang makanan yang aman dan tidak," ungkap Ketua YLKI Husna Zahir di Jakarta, Rabu (15/10).

Husnia menegaskan, saat ini sudah terbukti masyarakat tidak dapat mengandalkan pemerintah dalam hal jaminan keamanan pangan. Kasus melamin dalam susu dan produk turunannya belum lama ini merupakan bukti nyata ketidakberdayaan pemerintah dalam menjamin kemanan produk pangan.

Di lain pihak, para pelaku usaha atau produsen juga tidak dapat diandalkan sepenuhnya oleh masyarakat untuk jujur dan bertanggung jawab. Bahkan, sanksi yang tegas dari pemerintah untuk pelanggaran produk ilegal masih belum jelas.

Untuk menyikapi keprihatinan ini, menyambut Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober, YLKI bekerja sama dengan sejumlah lembaga nirlaba lain, seperti Dompet Dhuafa dan Perhimpunan Filantropi Indonesia, mengagas kegiatan untuk memberi ruang dan keterlibatan masyarakat dalam mengawasi produk pangan.

Kegiatan ini, ujar Husnia, nantinya akan memberi pelayanan kepada masyarakat berupa penyebaran informasi serta kegiatan edukasi tentang produk pangan, apa bahayanya, dan bagaimana antisipasinya. YLKI juga akan menyediakan posko pengaduan tentang adanya produk ilegal yang ditemukan dan pengumpulan donasi guna pemeriksaan sampel produk di luar negeri.

"Kita semua berperan untuk memastikan bahwa produk yang kita konsumsi itu aman. Jadi, bilamana nanti ada konsumen yang menemukan produk yang sebenarnya sudah harus ditarik tetapi masih beredar, dapat melaporkannya kepada kami. YLKI juga akan melakukan survey ke lapangan untuk mencari produk-produk yang diduga ilegal," ungkap Husnia.

Lebih jauh, dari donasi yang dikumpulkan masyarakat nanti, YLKI  akan berupaya melakukan pengujian produk yang ke laboratorium di luar negeri, mengingat keterbatasan yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Obat Makanan.
Sumber: Warta Soepra Online
komunikasi risiko dapat membangkitkan kesadaran akan keamanan pangan 
Kualitas makanan dipengaruhi oleh extrinsic factor dan intrinsic factor. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari cemaran fisik, kimiawi dan mikrobiologi yang berbahaya bagi kesehatan. Keamanan pangan merupakan suatu syarat mutlak bagi makanan untuk dapat dikonsumsi, semua stakeholder yang terlibat dalam food supply chain memiliki peran dalam memberikan jaminan keamanan. Demikian disampaikan Inneke Hantoro, STP, MSc. di depan peserta Forum Diskusi Publik Program Magister Teknologi Pangan (PMTP) UNIKA Soegijapranata bertema Setelah Sakazakii Lantas Apa?, Rabu, (21/5) lalu.

Masih menurut dosen FTP UNIKA Soegijapranata ini, tetapi dalam proses food supply chain terdapat peluang kontaminasi baik oleh proses biologi, proses kimia, dan proses fisik, jaminan keamanan pangan yang tidak optimal dapat berrisiko terhadap terjadinya keracunan makanan.
Makanan yang sering menjadi sumber keracunan adalah makanan ringan dan jajanan karena biasanya makanan ini merupakan hasil produksi industri makanan rumahan yang kurang dapat menjamin kualitas produk olahanny. Yang kedua adalah makanan hajatan, seafood dan susu. Banyak jenis kontaminasi yang menyebabkan keracunan makanan diantaranya adalah oestisida, formalin senyawa kimia dan mikro organisme.
Oleh karena itu, permasalahan keamanan pangan di Indonesia merupakan kasus keracunan pangan yang terjadi dan berulang kali dapat terjadi lagi. “Tindakan untuk mengatasi masalah ini adalah sebuah tindakan yang kuratif dan dalam kenyataanya terdapat masalah dalam komunikasi risiko.dalam tahapan analisis risiko,” ujarnya.
Menurutnya, ada 3 kajian yaitu kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Kajian risiko bersifat ilmiah dan termasuk ke dalam ranah peneliti dan akademisi. Manajemen risiko adalah sebuah proses yang melibatkan para pembuat kebijakan keamanan pangan, dan yang ketiga adalah komunikasi risiko. Komunikasi risiko sendiri adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif. Komunikasi risiko harus akurat dan dapat tersampaikan dengan baik kepada publik. Komunikasi risiko yang tidak akurat dan efektif dapat menyebabkan kepanikan dan kecemasan didalam masyarakat. Manajemen risiko yang berhasil tergantung dari komunikasi risiko.
Empat factor penting dalam komunikasi risiko yaitu dokumentasi meliputi trasparansi, akurasi, informasi mencakup pasan apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat , komunikasi dua arah dan partisipasi dalam risiko dan keputusan manajemen.
Keberhasilan komunikasi risiko membutuhkan peranan dari semua pihak yang terkait, dan dengan komunikasi risiko yang akurat jelas dan efektif dapat membangkitkan kesadaran akan keamanan pangan.
Usai diskusi dilakukan pemotongan tumpeng sebagai ungkapan syukur atas ulang tahun pertama Program Magister Teknologi Pangan (PMTP) UNIKA Soegijapranata tanggal 16 Mei 2008, yang dilakukan Ketua PMTP Ir. Lindayani MP., Ph.D.
http://foodscitech.edublogs.org/activities/


Kasus Keracunan Makanan Dimulai sejak dari Dapur * Kasus Keracunan Makanan Dimulai sejak dari Dapur
JAKARTA, KOMPAS.com — Belakangan ini, kasus keracunan makanan (poisoning) di Indonesia makin sering terjadi. Kamis (25/2), misalnya, sekitar 55 warga Jember, Jawa Timur, keracunan setelah menyantap hidangan di sebuah acara resepsi pernikahan. Korban keracunan mengalami mual, muntah, dan diare.
Peristiwa di Jember ini sama seperti yang sudah-sudah, yakni keracunan pada makanan siap santap yang diolah secara massal. ”Selama ini polanya memang seperti itu. Karena massal, tidak menutup kemungkinan tercemar kuman yang terdapat pada bahan makanan yang sudah tidak segar,” kata Mulyadi Tedjapranata, dokter yang berpraktik di Klinik Medizone, Kemayoran, Jakarta Utara. Kuman inilah yang menyebabkan racun ketika masuk ke dalam tubuh.
Hal senada disampaikan Eddy Setyo Mudjajanto, ahli keamanan pangan dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB). Menurut Eddy, sebagian besar keracunan disebabkan perkembangan mikroorganisme. ”Sebanyak 90 persen kasus keracunan makanan disebabkan perkembangan mikroorganisme jahat,” kata Eddy.
Perkembangan mikroorganisme jahat ini bisa dimulai sejak makanan diolah di dapur. Penyebab berkembangnya mikroorganisme jahat bisa karena buruknya sanitasi dan kebersihan pengelolaan makanan.
”Itu semua terjadi karena rendahnya kesadaran pengelola makanan, terutama mereka yang mengolah makanan secara massal di dapur umum atau katering,” tutur Eddy.
Selain itu, bisa juga karena bahan baku makanan berkualitas rendah. Apalagi makanan berbahan dasar hewani yang memang kerap disinggahi mikroorganisme. ”Komponen protein dan lemak hewani paling cocok untuk perkembangan mikroorganisme,” ucap Eddy.
Penyebab lain bisa juga dari makanan hangat yang dibiarkan terbuka cukup lama. Asal Anda tahu, mikroorganisme justru berkembang pesat pada suhu makanan hangat. Karena itu, makanan yang belum sempat disantap sebaiknya jangan dibiarkan di ruangan terbuka terlalu lama.
Bukan hanya dari makanan, keracunan bisa juga disebabkan bahan tambahan yang tidak baik untuk tubuh. Misalnya, tambahan boraks dan formalin pada bakso dan ikan asin. Namun, reaksi keracunan yang disebabkan bahan tambahan makanan ini biasanya terjadi dalam waktu lama.
Gangguan pencernaan Umumnya, reaksi pertama keluhan gangguan kesehatan akibat keracunan makanan ada di saluran pencernaan, seperti mual dan muntah. Ujung-ujungnya, akan terjadi diare yang menyebabkan tubuh kekurangan cairan atau dehidrasi. Dalam kondisi seperti itu, suhu tubuh bisa naik dan menyebabkan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat.
Tingkat keluhan yang dirasakan bergantung pada volume makanan yang dikonsumsi dan jenis bakterinya. Semakin banyak menyantap makanan terkontaminasi bakteri, semakin besar pula keluhannya. Begitu pula jika bakterinya berjenis patogen atau bakteri ganas, keluhan berat pun bisa terjadi.
Menurut Mulyadi, gejala keracunan terjadi dalam waktu relatif cepat setelah seseorang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Jika seseorang keracunan bakteri salmonella, misalnya, reaksi tersebut akan muncul empat sampai enam jam setelah mengonumsi. ”Reaksi keracunan paling lama terjadi 20 jam setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bakteri jahat,” kata Mulyadi. (Sanny Cicilia Simbolon)  http://health.kompas.com/read/2010/03/02/10544341/Kasus.Keracunan.Makanan.Dimulai.sejak.dari.Dapur




Tidak ada komentar:

Posting Komentar